Di Kawasan Perbatasan Nusa Tenggara Timur (NTT), pembangunan infrastruktur listrik belum terlaksana secara optimal. Selain sebagai provinsi dengan rasio elektrifikasi terendah, pendanaan dari Pemerintah terbatas, serta ada terlalu banyak pihak dalam pembuatan dan implementasi kebijakan di Kawasan Perbatasan yang mengakibatkan perlunya koordinasi ekstra.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Dr. Farahdina Al Anshori dalam Sidang Promosi Doktor, Program Pasca Sarjana, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI), Senin (24/07/2023) di Auditorium EDISI 2020 Gedung M FIA UI. Dr. Farahdina mengangkat judul disertasi “Pembangunan Infrastruktur Listrik di Kawasan Perbatasan Darat Provinsi NTT dengan Skema Blended Finance Menurut Perspektif Collaborative Governance”.

“Untuk itu riset ini diawali dengan mempertanyakan bagaimana kondisi pembangunan infrastruktur di sana. Ditemukan bahwa kondisinya belum optimal karena koordinasi dan komunikasi antar lembaga pemerintah sendiri masih belum berjalan baik, anggaran terbatas, dan tidak menarik bagi investor. Padahal ada keinginan, termasuk dari masyarakat untuk menumbuhkan ekonomi lokal yang jelas membutuhkan stabilitas pasokan listrik,” kata Dr. Farahdina.

Menghadapi problematika tersebut, skema blended finance ditawarkan sebagai alternatif dengan perspektif collaborative governance sebagai dasar mengingat sudah pasti ada kolaborasi dalam menjalankan blended finance. Disamping mengkonstruksi skema yang dapat dijadikan alternatif tersebut, desain kolaborasi yang sesuai dengan sistem konteks blended finance juga dikonstruksi berdasarkan tiga teori collaborative governance, yaitu dari Universitas Indonesia Donahue & Zeckhauser, Emerson & Nabatchi serta Ansell & Gash.

“Hasilnya, penelitian ini mengusulkan bahwa untuk pembangunan infrastruktur di Kawasan Perbatasan Darat, dapat digunakan skema blended finance untuk level usaha kecil yang terdiri dari dua tahapan, yaitu feasibility study dan joint venture. Skema ini kemudian direplikasi dan diagregasi untuk menarik dana katalis dengan skala yang lebih besar. Dalam skema ini, sejumlah hal yang harus diperhatikan adalah para pemangku kepentingan, jenis dan peran setiap investor, sumber dana dari publik atau swasta, instrumen pendanaan, serta jangka waktu kerjasamanya,” kata Dr. Farahdina.

Dalam menjalankan skema blended finance ini, kata Dr. Farahdina, kolaborasi dilakukan dengan memadukan ketiga model kolaborasi yang telah disebutkan. Para aktor kolaborasi harus memperhatikan sejumlah prasyarat serta pendorong yang akan mempengaruhi jalannya proses kolaborasi. Skema blended finance dan desain kolaborasi ini diharap dapat diaplikasikan dalam meningkatkan kerjasama di pemerintahan dan pihak terkait untuk mengakselerasi pembangunan di Kawasan Perbatasan Darat di NTT dan menjadi solusi ketika pembangunan terhambat karena permasalahan pendanaan.

Dalam acara sidang promosi doktor ini, Dr. Farahdina berhasil menjadi doktor ke-35 dari Fakultas Ilmu Administrasi dan ke 223 dalam Ilmu Administrasi dengan yudisium Sangat Memuaskan.

Sebagai informasi, sidang promosi doktor Dr. Zanariah ini diketuai oleh Prof. Dr. Amy Yayuk Sri Rahayu, M.Si. dengan Promotor yaitu Dr. Roy Valiant Salomo, M.Soc.Sc. dan Co-Promotor: Dr. Retno Kusumastuti, M.Si., serta Dr. Son Diamar; Dr. Toto Pranoto; Prof. Dr. Irfan Ridwan Maksum, M.Si.; dan Prof. Bernardus Yuliarto Nugroho, MSM, Ph.D.