Penekanan utama dari transformasi digital bukanlah digitalisasi atau hanya sekadar membangun aplikasi, tetapi lebih esensial lagi mendorong perubahan dalam pola pikir juga perubahan dalam logika organisasi dan interaksi. Dikarenakan transformasi digital adalah target yang bergerak, pemerintah memainkan peran kunci dalam memastikan dan mengkoordinasikan simfoni pendapat dan kepentingan.
Hal tersebut merupakan sebuah kesimpulan bersama yang dihasilkan dari diskusi pada PGAR Virtual Talk Show yang mengangkat tema tentang Digital Transformation of the Indonesian Bureaucracy: SuperApps and the Indonesian Digital Ecosystem pada Selasa (25/1/22).
Host sekaligus moderator dalam acara ini yaitu Prof. Dr. Eko Prasojo, Mag.rer.publ. menekankan bahwa semua narasumber juga setuju bahwa transformasi digital tidak dapat dihindari dan sangat mendesak serta kesenjangan digital dan resistensi internal di kalangan birokrat (melawan transformasi digital) dianggap sebagai salah satu isu yang paling menantang.
“Untuk mengatasi hal ini penting untuk berkolaborasi, yaitu governance bukan government. Tanpa mengabaikan pentingnya memastikan sumber daya domestik/literasi digital, keterlibatan domestik, dan kolaborasi aktor negara dan non-negara,” terangnya.
Selain itu, Guru Besar Sung Kyun Kwan University Korea Selatan Prof. Taewoo Nam, Ph.D. menyarankan agar regulasi tersebut ada untuk memandu proses transformasi. “Pada saat yang sama propaganda juga penting untuk meyakinkan warga agar mendukung inisiatif tersebut. Di sisi lain, kinerja yang efektif,”
Taltech, UCL IIPL, Davis Center at Harvard University Prof. Wolfgang Drechsler, Ph.D. menambahkan bahwa seni perlu dikembangkan untuk membangun kompetensi publik. “Terakhir, dukungan politik memang penting dalam mendukung keberhasilan transformasi digital,” ungkapnya.
Berikutnya, Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Prof. Dr. Agus Pramusinto menyebutkan bahwa pemerintah Indonesia telah mengalokasikan dana masyarakat yang besar untuk mempersiapkan infrastruktur: Internet Fiber Optic untuk memastikan koneksi internet yang memadai.
Namun, Asisten Deputi Perumusan Kebijakan dan Koordinasi Penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) Cahyono Tri Birowo, ST., MTI. juga menyebutkan bahwa setelah pengalokasian dana tersebut, Indonesia masih mengalami berbagai masalah utama. “Berbeda dengan pusat, pemerintah daerah masih belum memiliki sumber daya memadai untuk mendukung transformasi digital,” tukasnya.
Diketahui, sekitar 235 peserta turut hadir dalam acara virtual ini. Policy, Governance, and Administrative Reform (PGAR) FIA UI merupakan salah satu klaster riset yang ada di Fakultas Ilmu Administrasi UI yang diketuai oleh Prof. Dr. Eko Prasojo, Mag.rer.publ., yang juga merupakan Sekretaris Eksekutif KPRBN.