Perkembangan kebijakan perumahan di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan kebijakan pemerintahan melalui instrumen desentralisasi. Pemberian kewenangan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah merupakan salah satu bentuk desentralisasi urusan pemerintahan salah satunya adalah urusan pemerintahan bidang perumahan dan kawasan permukiman. Pemerintah terus mengatasi masalah defisit atau backlog perumahan yang disebabkan tidak seimbangnya antara pasokan (supply) dan permintaan (kebutuhan), namun dalam pelaksanaannya terkendala oleh terbatasnya kewenangan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang perumahan khususnya perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Dr. Zanariah dalam Sidang Promosi Doktor, Program Pasca Sarjana, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI), Senin (17/07/2023) di Auditorium EDISI 2020 Gedung M FIA UI. Dr. Zanariah mengangkat judul disertasi “Analisis Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Pemerintah dalam Fasilitasi Penyediaan Perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan”.

“Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penyebab kurang optimalnya kapasitas kelembagaan Pemerintah Pusat dalam fasilitasi penyediaan perumahan MBR dan pengembangan kapasitas kelembagaan Pemerintah Pusat yang tepat dalam fasilitasi penyediaan perumahan bagi MBR di Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dan pengumpulan data dilakukan dengan Teknik observasi, deep interview serta Focus Group Discussion,” kata Dr. Zanariah.

Dr. Zanariah mengungkapkan bahwa hasil penelitian yang ia lakukan menunjukkan bahwa adanya perbedaan kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah berimplikasi pada kurang optimalnya penyelenggaraan pembangunan rumah bagi MBR di daerah. Pemerintah daerah hanya dapat memberikan dukungan kelembagaan saja serta penyediaan lahan dengan konsekuensi tingginya harga lahan di daerah perkotaan.

“Kemudian untuk mengatasi hal tersebut, maka dalam pengembangan kapasitas kelembagaan, pelaksanaan program pemenuhan perumahan bagi MBR oleh pemerintah pusat telah didukung oleh pemerintah Kota Palembang, melalui dukungan kebijakan seperti kemudahan perizinan, program dan anggaran sesuai kewenangan daerah, kelembagaan perangkat daerah serta sarana dan prasarana lainnya. Pembiayaan pembangunan perumahan juga menjadi salah satu kendala dalam melaksanakan kebijakan pembangunan perumahan. Sehingga alternatif kebijakan dalam pembiayaan pembangunan perumahan melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU),” ungkapnya.

Sama seperti pembiayaan infrastruktur lainnya, kata Dr. Zanariah, maka KPBU untuk pembangunan perumahan memiliki potensi pembiayaan, pemerintah mendapatkan banyak sumberdaya sehingga menjadi daya tarik investasi di bidang perumahan yang lebih efektif dalam mengembangkan ekonomi dan membantu memenuhi target tujuan pembangunan.

“Faktor penyebab kurang optimalnya kapasitas kelembagaan pemerintah dalam memfasilitasi penyediaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah adalah 4 (empat) kelompok faktor hasil refleksi yaitu (a) faktor organisasional, (b) faktor teknis perumahan dan kawasan permukiman Kota Palembang, (c) faktor sosial dan ekonomi, dan (d) faktor pelayanan perizinan dan infrastruktur sarana dan prasarana,” kata Dr. Zanariah.

Dr. Zanariah melanjutkan pernyataannya dengan menyatakan bahwa pengembangan kapasitas kelembagaan pemerintah yang tepat dalam memfasilitasi penyediaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah berbasis pada kondisi eksisting yang berdasarkan kriteria fisik dan nonfisik dan transformasi pengembangan kapasitas pembiayaan, sistem kebijakan, organisasi dan individu, sehingga pengembangan kapasitas yang tepat selain dibutuhkan kepemimpinan, doktrin, program, sumber-sumber daya dan struktur internal, juga diperlukan jaringan kemitraan (networking) antara pemerintah, pemerintah daerah, pengembang (developer) dan lembaga keuangan dalam penyelenggaraan pembangunan perumahan bagi MBR.

“Jaringan kemitraan (networking) ini secara kelembagaan memiliki posisi dan kapasitas tersendiri, namun kewenangan tetap berada pada pemerintah dalam hal memperkuat regulasi dan strategi yang komprehensif untuk memfasilitasi pembangunan perumahan bagi MBR, sehingga capaian target pembangunan perumahan bagi MBR dapat terpenuhi dengan alternatif pembiayaan melalui kerjasama pemerintah dan badan usaha (KPBU),” ungkap Dr. Zanariah.

Dalam acara sidang promosi doktor ini, Dr. Zanariah berhasil menjadi doktor ke-33 dari Fakultas Ilmu Administrasi dan ke 221 dalam Ilmu Administrasi dengan yudisium Sangat Memuaskan.

Sebagai informasi, sidang promosi doktor Dr. Zanariah ini diketuai oleh Prof. Ir. Bernardus Yuliarto Nugroho, MSM., Ph.D dengan Promotor: Prof. Dr. Irfan Ridwan Maksum, M.Si. dan Co-Promotor: Prof. Dr. Teguh Kurniawan, M.Sc. serta Tim Penguji yang terdiri dari Prof. Dr. Djoehermansyah Djohan, M.A.; I Made Suwandi, M.Soc.Sc., Ph.D.; Prof. Dr. Amy Yayuk Sri Rahayu, M.Si.; Dr. Roy Valiant Salomo, M.Soc.Sc.; dan Dr. Achmad Lutfi, S.Sos., M.Si.