Dr. phil. Reza Fathurrahman, MPP., Dosen Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI) menyebut titik awal penanaman revolusi mental terletak di dua institusi. Yang pertama adalah lembaga/institusi pendidikan sehingga perlu adanya upaya sistematis untuk menanamkan nilai-nilai luhur. Hal ini dapat dimulai dengan hal kecil dan sederhana dengan menanamkan budaya mengantri, saling menghormati, dan lainnya.

“Titik penanaman revolusi mental kedua terletak di lingkar istana yaitu Presiden dan Para Menterinya. Hal ini dapat diwujudkan dengan menunjukkan nilai-nilai keluhuran dan kesantunan bangsa melalui tindakan serta disokong dengan penegakan hukum yang baik,” ungkap Dr. Reza.

Hal tersebut diungkapkan oleh Dr. Reza saat membahas slogan “Revolusi Mental” yang saat ini ramai dibicarakan di tengah semakin dekatnya Pesta Rakyat Indonesia yaitu Pemilihan Presiden 2024. Dr. Reza menyebut bahwa upaya sistematis untuk menumbuhkan nilai-nilai keluhuran, kesantunan, serta kemandirian bangsa masih sangat relevan hingga saat ini. Salah satu upaya sistematis tersebut adalah dengan Revolusi Mental

“Namun, permasalahannya, apabila jargon semisal Revolusi Mental menjadi komoditas politik yang kemudian disematkan pada satu rezim tertentu, maka Revolusi Mental menjadi Revolusi Mental (seperti terpental),” ucapnya.

Dr. Reza menegaskan bahwa waktu dan keberlanjutan lintas rezim merupakan hal yang sangat penting untuk memastikan gerakan seperti revolusi mental yang berdampak dapat berkelanjutan.

“Apabila Revolusi Mental dianggap sebagai jargon/komoditas politik milik rezim Presiden Jokowi, maka kemungkinan besar gerakan tersebut akan hilang bila rezim berganti. Khususnya apabila Revolusi Mental tidak dipandang sebagai sebuah kebutuhan prioritas, namun hanya sekadar formalitas belaka,” ucap Reza.