Depok, 15 Januari 2024. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini menjadi sangat penting dalam era Revolusi Industri 4.0. Dalam revolusi ini, inovasi di bidang teknologi informasi dan komunikasi menjadi pilihan yang tepat untuk mempercepat kemajuan dan efisiensi di berbagai sektor industri. Teknologi informasi dan komunikasi memberikan dukungan yang sangat besar dalam proses digitalisasi dan otomatisasi. Hal ini memberikan kesempatan besar bagi perusahaan, lembaga pemerintah, atau individu untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, kolaborasi, dan inovasi. Oleh karena itu, pemahaman dan penerapan teknologi informasi dan komunikasi penting untuk menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang dalam era Revolusi Industri 4.0.

Pernyataan pembuka tersebut disampaikan Dr. M. Ari Setiawan pada sidang promosi Doktor dalam bidang Ilmu Administrasi, Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, Selasa (09/1/2023) di Auditorium EDISI 2020 Gedung M FIA UI Depok. Dr. Ari mengangkat judul disertasi “Desain Governansi pada perumusan kebijakan di Era Disrupsi Studi Kasus Kebijakan Transportasi Berbasis Aplikasi di Indonesia”.

“Latar belakang penelitian ini diawali oleh observasi yang menunjukan bahwa pemanfaatan teknologi digital merubah cara berkomunikasi, berinteraksi, dan melakukan transaksi bisnis pada sektor perdagangan, finansial, dan transportasi yang luar biasa sehingga merubah cara-cara lama secara konvensional. Salah Satu dalam sektor transportasi, teknologi digital telah memberikan kemudahan dalam melakukan pemesanan transportasi melalui berbagai aplikasi smartphone,” katanya.

Aktivitas transportasi publik yang berbasis aplikasi di Indonesia, kata Dr. Ari, bergerak begitu laju dan cepat sehingga sebagai studi kasus menarik untuk diteliti karena kompleksitas yang
muncul, namun disisi lain kebijakan publik tidak dapat mengimbangi untuk mengikuti kecepatan teknologi dan bisnis. Persoalan konflik di level vertikal dan horizontal pun muncul
keras, dimana kebijakan atau regulasi yang dibuat juga belum mencerminkan governansi perumusan kebijakan yang responsif dalam era disrupsi.

“Terlihat dari regulasi yang telah dibuat oleh pemerintah yang digugat ke Mahkamah Agung (MA) dan gelombang aksi protes publik yang terus bermunculan. Hasil analisa awal menunjukkan secara theoretical problem, proses perumusan kebijakan dalam studi kasus transportasi berbasis aplikasi di Indonesia mempunyai dua permasalahan,” ungkapnya.

Permasalahan pertama pada penyusunan agenda yang belum melibatkan partisipasi publik secara komprehensif, yaitu hanya melihat pada sisi regulasi dan aturan sehingga dalam pembuatan kebijakan tersebut menuai permasalahan yang berkelanjutan hingga saat ini. Kedua, formulasi kebijakan belum tersistematis, hal ini dibuktikan temuan penelitian dalam tahapan membuat regulasi dan aturan tersebut, belum ada uji publik dan kolaborasi melibatkan para pemangku kepentingan yang mengerti akan permasalahan sehingga sampai saat sekarang hak dan wewenang dalam tanggung jawab dalam formulasi kebijakan tersebut belum ada kesepakatan bersama.

“Pada era yang penuh tantangan ini, perkembangan teori dan mode governance berkembang pesat, namun banyak kebijakan dan politik yang tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat untuk memperbaiki kondisi. Proses komunikasi, koordinasi, dan kohesi dalam network menjadi alat tindakan kolektif, melibatkan aktor publik, swasta, dan nirlaba. Penekanan fokus pada governance melalui networks terus meningkat, menarik perhatian tidak hanya dari peneliti dan akademisi, tetapi juga dari praktisi yang mengimplementasikan network,” ungkap Dr. Ari.

Dr. Ari menyebut bahwa administrator publik, pengambil kebijakan, dan analisis kebijakan harus dapat menavigasi kompleksitas network agar dapat mencapai hasil yang efektif. Selain itu, Agile Process sangat penting diterapkan dalam proses pembentukan kebijakan transportasi berbasis aplikasi yang adaptif. Dalam kebijakan ini tekstur masyarakat 5.0 akan lebih terpenuhi sebab kebijakan tersebut tidak saja akan mempercepat pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memudahkan akses lapisan bawah yang masih kesulitan menggunakan layanan transportasi.

“Penelitian ini menunjukan desain governansi atau tata kelola yang baik sangat penting dalam perumusan kebijakan transportasi berbasis aplikasi di Indonesia pada era disrupsi. Hal ini dikarenakan adanya perubahan teknologi dan pola perilaku masyarakat yang cepat serta perlu adanya keterlibatan berbagai pihak yang terkait. Desain governansi yang baik harus mampu memastikan partisipasi publik yang luas dalam perumusan kebijakan, serta adanya transparansi dan akuntabilitas dalam proses pengambilan keputusan,” katanya.

Selain itu, tambah Dr. Ari, diperlukan juga kolaborasi antar instansi dan pemangku kepentingan untuk memastikan kebijakan yang diambil dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Transportasi berbasis aplikasi dalam platform layanan transportasi dan sistem manajemen harusnya menunjukan transparansi yang lebih baik dalam membuat keputusan yang mengarah pada tindakan yang bisa diimplementasikan, sehingga aktor pemangku kepentingan tersebut bisa mengajak semua untuk berkolaborasi.

“Hal ini menuntut cara baru dalam merancang peraturan dan pengawasan/pemberlakuan transportasi berbasis aplikasi di Indonesia. Perubahan ini mengubah tugas perencana transportasi. Kami menemukan bahwa perdebatan saat ini terutama berkaitan dengan bagaimana kebijakan dapat menanggapi perkembangan teknologi,” ungkap Dr. Ari.

Dr. Ari menyampaikan berdasarkan desain governansi dalam proses perumusan kebijakan transportasi berbasis aplikasi di Indonesia saat ini perlunya kolaborasi antara pemerintah (Kementerian Perhubungan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Kesehatan) dalam menjalankan transportasi berbasis aplikasi yang aman, terpercaya, dan terintegrasi.

Selain itu, Pentingnya e-partisipan dalam desain governansi dalam proses perumusan kebijakan transportasi berbasis aplikasi di Indonesia sehingga bisa mengakomodasi berbagai perspektif, transparansi dan akuntabilitas, penguatan demokrasi, peningkatan kualitas pelayanan. Keterlibatan masyarakat dan pemangku kepentingan dalam proses perumusan kebijakan tersebut akan membantu mencapai tujuan pembangunan transportasi yang berkelanjutan, inovatif, dan memenuhi kebutuhan semua pihak yang terlibat.

“Berdasarkan penelitian dan pembahasan serta analisa mendalam, dapat disimpulkan bahwa desain governansi yang responsif sangat penting dalam merumuskan kebijakan transportasi berbasis aplikasi di Indonesia pada era disrupsi. Dalam desain governansi, Konsep Klijn & Koppenjan diperkuat Karakteristik Rezim Kelembagaan dengan unsur Fasilitator, Regulator dan Eksekutor. Hal ini juga memperkuat kondisi awal dalam penyusunan agenda dan formulasi kebijakan pada desain governansi perumusan kebijakan Transportasi Berbasis Aplikasi di Indonesia,” kata Dr. Ari.

Sebagai informasi, dalam sidang promosi doktor ini, Dr. Ari menggunakan pakaian tradisional nusantara, yaitu Bali yang merupakan kali pertama pada saat sidang promosi di lingkungan UI dilaksanakan. Dr. Ari mengungkapkan bahwa penggunaan pakaian Adat Bali ini menunjukkan bahwa Indonesia terdiri dari keberagaman dan memiliki identitas budaya yg sangat kaya dimana salah satunya adalah Bali yang menjadi salah satu destinasi wisata yang sangat populer di dunia dan dapat menjadi role model penerapan governansi/tata kelola perumusan kebijakan yang responsif di era disrupsi dalam hal mobilisasi dan transportasi publik berbasis teknologi.

Dalam acara sidang promosi doktor ini, Dr. Ari berhasil menjadi doktor ke-39 dari Fakultas Ilmu Administrasi dan ke 227 dalam Ilmu Administrasi dengan yudisium Sangat Memuaskan.
Sebagai informasi, sidang promosi doktor Dr. Ari ini diketuai oleh Prof. Dr. Chandra Wijaya, M.Si., M.M. dengan Promotor Dr. Roy Valiant Salomo, M.Soc.Sc. dan Co-Promotor: Prof. Dr. Teguh Kurniawan, M.Sc. serta para penguji yang terdiri dari Dr. Gloriani Novita Christin, M.T.; Dr. Tjuk Sukardiman, M.Si.; Prof. Dr. Amy Yayuk Sri Rahayu, M.Si.; Prof. Dr. Eko Prasojo, Mag.rer.publ.; dan Dr. Phil Reza Fathurrahman, MPP.