Dewasa ini, dunia bisnis menghadapi transformasi besar-besaran akibat perkembangan teknologi dan globalisasi. Sebagai respons terhadap perubahan ini, muncul fenomena ekonomi digital yang mengubah paradigma ekonomi tradisional. Namun, Indonesia masih menghadapi tantangan dalam mengembangkan perusahaan rintisan digital, terutama pada tahap awal pengembangan.

Pernyataan pembuka tersebut disampaikan Abdan Syakuro Lubis pada sidang promosi Doktor dalam bidang Ilmu Administrasi, Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, Selasa (16/1/2023) di Auditorium EDISI 2020 Gedung M FIA UI Depok. Dr. Abdan mengangkat judul disertasi “Analisis Ekosistem Perusahaan Rintisan Digital di Indonesia”.
“Menurut data Statista tahun 2021, Indonesia hanya memiliki enam perusahaan rintisan digital dengan valuasi di atas satu juta dolar, yang dikenal sebagai “unicorn,” sementara Amerika Serikat memiliki 554 perusahaan sejenis. Meskipun perkembangan ekosistem perusahaan rintisan digital di Indonesia menunjukkan potensi, 92,90% perusahaan rintisan digital berada pada tahap awal yang dikenal sebagai “valeey of death,” menurut data Mikti tahun 2021,” kata Dr. Abdan.

Penelitian terbaru mengenai ekosistem perusahaan rintisan digital di Jabodetabek, kata Dr. Abdan, menunjukkan adanya pengaruh positif lima elemen kunci, yaitu jaringan, kepemimpinan, keuangan, sumber daya manusia, dan pengetahuan, terhadap kewirausahaan produktif pada tahapan seed capital. Meskipun demikian, pada penelitian ini, Dr. Adanan juga menyoroti kendala-kendala yang dihadapi, seperti rendahnya Indeks Daya Saing Indonesia dalam bidang digitalisasi, permodalan yang terhambat, serta masalah regulasi dan undang-undang.

“Dalam upaya untuk mengatasi kendala tersebut, peneliti memberikan sejumlah rekomendasi kepada para pemangku kepentingan. Untuk pemerintah, disarankan untuk menciptakan regulasi khusus yang mendukung bisnis di bidang digital, meningkatkan kapasitas SDM digital, dan memperluas infrastruktur pendukung. Institusi permodalan, khususnya Venture Capital dan Angel Investors, diminta untuk tidak hanya menyediakan pendanaan tetapi juga membantu validasi pasar dalam tahap awal pertumbuhan,” ungkapnya.

Dr. Abdan menyebut bahwa institusi pendidikan juga perlu diimbau untuk merancang kurikulum yang lebih praktis dan relevan dengan kebutuhan industri perusahaan rintisan digital. Sementara itu, para pendiri perusahaan rintisan digital disarankan untuk memperkuat adaptasi dan inovasi, membangun komunitas bersama aktor lain, dan meningkatkan kolaborasi.
“Saya menyoroti peran krusial institusi permodalan dalam ekosistem perusahaan rintisan digital dan menyarankan penelitian lebih lanjut terkait perilaku investor dan Venture Capital dalam memberikan pendanaan. Selain itu, perlu adanya penekanan pentingnya analisis mendalam terhadap salah satu aktor dalam ekosistem, seperti program pemerintah Gerakan 1000 startup digital atau pusat inkubasi kampus,” katanya.

Dalam disertasinya, Dr. Abdan memberikan gambaran komprehensif mengenai ekosistem perusahaan rintisan digital di Indonesia, dengan mengidentifikasi tantangan dan memberikan arahan untuk mengatasi hambatan yang ada.

Dalam acara sidang promosi doktor ini, Dr. Abdan berhasil menjadi doktor ke-42 dari Fakultas Ilmu Administrasi dan ke 230 dalam Ilmu Administrasi dengan yudisium Cumlaude.

Sebagai informasi, sidang promosi doktor Dr. Abdan ini diketuai oleh Prof. Bernardus Yuliarto Nugroho, MSM, Ph.D. dengan Promotor Prof. Dr. Chandra Wijaya, M.Si., M.M. dan Co-Promotor Dr. Eko Sakapurnama, MBA serta para penguji yang terdiri dari Dr. Ganesha Bayu Murti; Dr. Toto Pranoto, M.M.; Dr. Effy Z. Rusfian, M.Si.; dan Dr. Fibria Indriati D. L., M.Si.