Keseimbangan Baru Indonesia

Pandemi COVID-19 di Indonesia belum menunjukkan tanda-tanda penurunan tajam. Namun, beberapa indikator menggembirakan mulai tampak sejak vaksinasi dan berbagai kebijakan antisipatif terkait dengan pandemi. Yang mutakhir adalah “PPKM bergradasi” dari satu hingga empat setelah PPKM darurat dan mikro.

Indikator makro terkait tata kelola penanganan COVID-19 mmulai ke arah progresif karena pemantauan bersama, walaupun lambat, ada titik kepastian. Cara menghadapi pandemi COVID-19 yang mengandalkan instrumen otonomi daerah berjalan lambat ke arah keseimbangan baru.

Terlebih melalui PPKM Bergradasi yang butuh koordinasi lintas sektor dan pusat-daerah, melibatkan satuan masyarakat hingga tingkat rukun tetangga (RT).

Meski pelan, Indonesia bergerak pasti menuju keseimbangan baru.

Analogi Gempa
Negara otoriter, seperti China, top down menangani COVID-19 yang berawal di Wuhan. Kendali ketat dari pusat.

Bak letupan gempa, langsung dikendalikan secara total menyeluruh, dikontrol dalam satu kesatuan ketat. Walau elemen kegempaan hanya bagian kecil di satu wilayah, hal itu diikat dalam satuan besar masyarakat China oleh pemerintah secara totaliter, disiplin keras melalui lockdown.

Dengan kecepatan, kegigihan, dan dukungan sumber daya memadai akhirnya cara itu berhasil gemilang walau rakyat merasakan derita mendalam akibat pukulan pandemi.

Di Amerika Serikat, sebaliknya, sampai pergantian presiden. Meski kini terarah dari pusat pemerintahan atas kendali Presiden Joe Biden, AS belum dapat titik temu karena berbasis negara bagian. Negara bagian juga yang akhirnya menentukan. Di AS, COVID-19 mungkin terkendali di negara bagian tertentu, tetapi muncul di tempat lain. Program vaksinasi yang berjalan pun, sadar atau tidak, juga mengarah ke keseimbangan baru.

Tidak terbayan gjika masih berpola seperti zaman Donald Trump yang tak terarah, diserahkan kepada pimpinan setiap negara bagian. Tentu keseimbangan baru menyangkut COVID-19 di AS akan lebih lama tercapai. Dari mulai wajib masker, bebas masker, kembali wajib masker, AS kelimpungan juga hadapi pandemi.

Indonesia, meski negara kesatuan dan COVID-19 dinyatakan sebagai bencana nasional, sampai saat ini COVID-19 diserahkan ke daerah otonom sepenuhnya. Pemberian vaksin diserahkan ke daerah otonom, bukan kendali penuh dari pusat melalui kekuasaan penuh pemerintah pusat. Hal ini dikukuhkan dengan arah kebijakan PPKM bergradasi, digeser sampai akar rumput.

Akibatnya, keseimbangan baru COVID-19 bagi masyarakat Indonesia akan semakin lama tercapai. Belum lagi dengan masih terbatasnya kesediaan vaksin, yang akan memakan waktu lebih lama lagi.

Masyarakat sempat kelimpungan juga menghadapi varian baru. Ini terjadi karena ujung tombak diserahkan ke daerah otonom, bukan alat pemerintah pusat yang terkendali total. Pintu keluar-masuk Indonesia juga masih sangat terbukan lebar karena daerah bersangkutan bukan bagian dari PPKM.

Tak perlu berpikir rumit, analogi varian baru itu adalah runtuhan batu dalam sebuah gempa, niscaya akan merembet ke daerah-daerah lain dan tampak kekuatan penuh tak terbnetuk sehingga masyarakat seperti hanya menunggu efek kegempaan berhenti dengan sendirinya. Tak mampu menghentikan kegempaan.

Berharap Vaksin
Gelagat masyarakat Indonesia seolah tidak mampu bertindak bersama secara total disiplin keras dan berani terkait COVID-19. Masyarakat Indonesia tampaknya lebih suka bersikap menunggu, terlebih terkait pemberian vaksin.

Kita lebih berharap vaksinasi bisa dipercepat ketimbang menghadang COVID-19 secara antisipatif dan berani. Di tingkat dunia, kondisinya kini juga naik-turun. Negara-negara berani, seperti china, mulai lunak. COVID-19 seolah dibiarkan karena sudah ada vaksin. Baru belakangan China mengeras lagi saat muncul varian Delta di Wuhan.

Negara seperti Indonesia mendapatkan justifikasi. kini, jika dianalogikan gempa, Covid-19 diharapkan berlalu dan diharapkan segera mencapai keseimbangan baru. Kelemahan dari menunggu ini tentu adalah sumber daya kesehatan menjadi taruhan.

Masyarakat yang imunnya kuat akan lolos dari guncangan gempa, sementara masyarakat yang rentan harus ekstra hati-hati menjaga dirinya.

Analogi gempa terkait COVID-19 untuk Indonesia adalah PPKM bergradasi berlangsung di tengah impitan ekonomi di berbagai sektor, di mana pemerintah harus tetap menggenjot pertumbuhan ekonomi diikuti daerah-daerah otonom. Harapannya, titik keseimbangan akan memanjang meski belum dapat diprediksi.

Prediksi optimistis, jika vaksin dijamin bisa dipercepat, keseimbangan baru akan tercipta beriringan dengan keberhasilan program vaksinasi.

Imbauan 5M untuk masyarakat harus terus dilakukan tanpa kenal lelah di tengah program vaksinasi. Ada dilema menurut karakter masyarakat yang cenderung takn disipin. Jika vaksinasi lebih kuat, 5m terabaikan. Sebaliknya, jika 5M menguat, seoalh vaksinasi tidak diperlukan.

Jelas ini perlu perhatian serius sembari mengevaluasi kebijakan PPKM bergradasi. Hingga akhirnya tercapai keseimbangan baru masyarakat Indonesia hadapi COVID-19.

oleh Prof. Dr. Irfan Ridwan Maksum, M.Si.
Guru Besar Departemen Ilmu Administrasi Negara FIA UI

dimuat dalam Harian Kompas, 10 September 2021