Hilirisasi inovasi merupakan kunci dalam memenangkan persaingan global yang superketat saat ini. Orkestrasi Badan Riset dan Inovasi Nasional serta kampus menjadi penentu dalam hilirisasi inovasi.
Optimasi inovasi dari pihak kampus
Telah banyak cerita sukses dari kampus terkemuka di dunia, seperti MIT, Stanford, Tokyo Daigaku (Universitas Tokyo), Tsing-Hua University yang berhasil mengelola Lembaga Alih Teknologi (Technology Transfer Organization) dan inkubator bisnis serta perangkat pendukungnya di berbagai bidang. Implementasi program inovasi TI, pangan, energi, permesinan alat berat dan ringan sudah berhasil hingga tahap program komersialisasi.
Disertasi Dr Nurul Safitri memberikan beberapa poin catatan kritis tujuan utama menulis di jurnal ilmiah sekaligus memberikan gambaran terkini bagaimana mayoritas dosen kampus Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH) masih berkutat pada lima pencapaian yang klasik oleh sepuluh kampus PTNBH. Tujuan pertama, untuk mengejar kenaikan pangkat akademik. Padahal, seharusnya sudah mulai diarahkan kepada kontestasi pembuatan patent and commercialization oriented.
Kedua, mengubah pola pikir para dosen yang sebelumnya hanya diarahkan semata-mata untuk memenuhi kewajiban tridarma perguruan tinggi (pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat). Dengan demikian, perlu kerja keras dan kerja cerdas dalam melengkapi capaian Tridarma Plus, dengan membangun jiwa kewirausahaan di kampus melalui program hilirisasi dan komersialisasinya.
Ketiga, membangun kesiapan big data kampus untuk memantau dinamika perilaku dosen yang berdedikasi dalam menghasilkan paten dan program hilirisasi. Ini juga membutuhkan pemantauan yang serius. Keempat, mengubah pola pikir dosen agar berorientasi kepada aspek kewirausahaan, yang membutuhkan pendekatan yang humanis untuk mengubah pola pikir para dosen.
Kelima, menata ulang pola pikir dosen sekaligus menyiapkan perangkat infrastruktur dan suprastruktur big data dalam upaya transformasi kelembagaan kampus terhadap perilaku para dosennya. Upaya ini membutuhkan kerja keras dan kerja cerdas agar perubahan perilaku dosen dan perangkat pendukungnya dapat terpantau secara terukur dan berkesinambungan.
Sinkronisasi struktur, kultur, dan proses
Proses inovasi yang baik dimulai dari pembenahan arsitektur kelembagaan, mulai dari proses merancang organisasi, mulai dari hubungan vertikal antara program studi, departemen, fakultas, hingga tingkat kelembagaan di rektorat. Aspek sentralisasi dan desentralisasi program inovasi perlu dipetakan secara saksama. Kemudian, aspek kultur setiap program studi hingga pimpinan tertinggi kampus harus dicermati perkembangannya karena iklim budaya di setiap kampus tentu berbeda.
Demikian juga proses implementasi kebijakan inovasi tentu faktor pemungkinnya (enabling factor) juga sangat bervariasi. Pemetaan keberagaman elemen struktur, kultur, proses (sasaran kinerja pegawai/SKP) perlu dikaji secara saksama. Sinkronisasi elemen SKP perlu ditelaah dalam rangkaian pemanfaatan big data di setiap kampus. Di sisi lain, interaksi antarelemen SKP perlu dirangkai, unsur manusia yang inovatif perlu diselaraskan agar keberlanjutan program inovasi dari kampus tetap terjaga.
Tata kelola yang dinamis juga perlu dibangun sehingga agilitas (kelincahan dan fleksibilitas) organisasi selalu siap melayani para inovator pengajar dan peneliti dari kampus.
Keluaran (output) berupa paten yang siap dikerjasamakan dengan dunia usaha dan industri perlu dikawal oleh lembaga yang mandiri yang sifatnya humanis dan kolaboratif. Tata kelola yang dinamis juga perlu dibangun sehingga agilitas (kelincahan dan fleksibilitas) organisasi selalu siap melayani para inovator pengajar dan peneliti dari kampus. Tak kurang penting, keberagaman kebijakan remunerasi dan sistem insentif sebaiknya selalu diperbaharui sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan program kesejahteraan yang kondusif.
Orkestrasi BRIN dan kampus dalam hilirisasi inovasi
Tugas baru Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang baru dibentuk tahun silam, sebagai jelmaan dari proses penggabungan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Kementerian Riset dan Teknologi, memiliki tugas yang amat berat. BRIN diserahi tugas untuk memikirkan program Inovasi di banyak sektor, mulai dari sektor pangan hingga teknologi penerbangan, persenjataan, dan berbagai sektor lain.
Karya anak bangsa yang inovatif untuk program nasional, internasional harus ditumbuhkembangkan oleh BRIN. Bahkan, tugas baru BRIN harus menyiapkan program Badan Riset Inovasi Daerah (Brida). Betapa sulitnya tugas BRIN yang harus memikirkan program inovasi daerah hingga tingkat kabupaten kota, bahkan termasuk program inovasi di tingkat desa pun harus dikembangkan.
Kompleksitas pengelolaan inovasi nasional di segala sektor yang membutuhkan pedoman (guidance) dalam mengkoordinasi aktivitas di berbagai lembaga yang sudah ada sebelumnya, mulai dari masalah atom yang tadinya dikelola oleh Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN), masalah penerbangan dan antariksa nasional (Lapan), masalah pengembangan genetika molekuler (Eijkman), hingga menangani urusan pengembangan dan budidaya ikan hias di raiser Cibinong yang sebelumnya di bawah tanggung jawab Kementerian Kelautan dan Perikanan. Serta masih banyak lagi perkerjaan rumah untuk mewujudkan program inovasi di berbagai lembaga dan sektor lain di bawah kendali BRIN di tengah tantangan era disrupsi dan turbulensi yang dahsyat.
Tantangan baru di era kini hanya memilih paradigma bersaing inovasi atau mati. Namun, jangan sebatas slogan semata yang merupakan tantangan di masa mendatang. Butuh pemikiran yang matang dan kajian yang mendalam agar inovasi terwujud secara komersial dalam pelaksanaannya. Program pembelajaran Innovation Thru Immitation perlu dipikirkan penerapannya. Bahkan, program patok banding (benchmarking) ke negara-negara lain yang patut dicontoh sebaiknya dilakukan agar strategic routing-nya tidak kesasar.
Butuh jejaring kolaborasi
Tantangan ke depan melaksanakan program kerja sama inovasi dan hilirisasi dengan dunia usaha dan Industri. Program ini perlu dikolaborasikan dengan 18 kawasan ekonomi khusus (KEK) yang sudah ditetapkan pemerintah. Mata rantai program inovasi produk maupun jasa yang telah diinisiasi dari kampus perlu difasilitasi oleh pemerintah, misalnya program kedaireka, program matching fund.
Seluruh rangkaian upaya ini harus dibuat secara saksama dan harus dipersiapkan dan dikaitkan dengan mata rantai jejaring KEK di setiap wilayah. Dengan demikian, apa yang telah dihilirisasi dari paten-paten made in campus dapat dihilirisasi dan dikomersialisasikan di sentra-sentra konsumen dalam bentuk jaringan rantai pasok, baik dalam negeri maupun jejaring global secara efisien dan efektif.
Juga perlu dipikirkan jaringan seperti factory outlet, sistem penjualan dengan platform online. Upaya ini membutuhkan sistem logistik inbound dan outbond dan pergudangannya, juga tidak kalah penting merancang mata rantai komersialisasinya. Kita masih berkutat dalam tahap memikirkan arah masa depan daya saing nasional dan daya saing daerah yang berbasis Inovasi, pekerjaan besar bangsa Indonesia yang harus segera diwujudkan adalah hilirisasi inovasi yang merupakan kunci dalam memenangkan persaingan global yang super ketat saat ini.