Pilar 2 BEPS (Base Erosion and Profit Shifting) telah menjadi sorotan utama dalam upaya mencapai kesepakatan global terkait pajak minimum. Acara seminar yang diselenggarakan oleh Politik Perpajakan, Kesejahteraan, dan Ketahanan Nasional (Poltax FIA UI), bersama dengan klaster GAP FIA UI dan IFTAA, telah membahas secara mendalam tantangan dan manfaat yang terkait dengan pilar 2 BEPS 2.0, dalam Seminar Nasional “Indonesia Siap Menyongsong Pilar 2 BEPS 2.0: Menjembatani Paradoks Global Minimum Tax VS Tax Holiday Regime” yang diadakan secara hybrid dengan dihadiri oleh para ahli dan praktisi perpajakan terkemuka di Indonesia.

Pilar 2 BEPS 2.0 merupakan komponen krusial dari kesepakatan BEPS yang dikembangkan dalam kerjasama antara Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) dan G20. Fokus utama pilar ini adalah “Pajak Minimum Global,” yang bertujuan untuk memberlakukan tarif pajak minimum bagi perusahaan multinasional. Dengan semakin meningkatnya isu-isu perpajakan global, pilar ini diharapkan dapat mengatasi praktik penyusutan pajak yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan multinasional dan menciptakan lingkungan perpajakan yang lebih adil secara global.

“Dalam era disrupsi saat ini, isu dan tantangan perpajakan menjadi suatu konsekuensi logis yang harus dihadapi. Hal ini penting untuk mencegah race to the bottom (persaingan antara berbagai negara atau yurisdiksi untuk menawarkan insentif pajak yang sangat rendah atau kebijakan perpajakan yang sangat menguntungkan bagi perusahaan dan investor) dan memastikan bahwa negara dan rakyatnya tidak merugi,” kata Prof. Dr. Haula Rosdiana, M.Si selaku Ketua Klaster Poltax FIA UI.

Penerapan pajak minimum global merupakan hal yang penting untuk memastikan negara menerima hak pajaknya dan menarik investasi melalui instrumen pajak yang efektif. Profesor Gunadi, Ketua klaster GAP, menyoroti peran penting akademisi dan praktisi dalam memberikan wawasan yang berharga untuk merumuskan kebijakan dan aturan pajak yang tepat. Ia juga menyoroti permasalahan yang muncul dengan keberadaan Tax Holiday, yang bertentangan dengan penetapan Global Minimum Tax.

“Tujuan utama BEPS 2.0 adalah mengatasi kompetisi pajak yang tidak sehat antar yurisdiksi, menanggulangi risiko BEPS sebelumnya, dan memastikan bahwa perusahaan multinasional membayar pajak minimum secara agregat. Dalam konteks implementasi BEPS 2.0 di Indonesia, dibahas bahwa tarif pajak di bawah 15% akan dikenakan top-up tax pada perusahaan UPE, dan ada potensi pengaruh terhadap efektivitas insentif pajak, seperti Tax Holiday,” kata Dr. Mekar Satria Utama, Direktur Pajak Internasional, Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Wahyu Hidayat, Analis dari Badan Badan Kebijakan Fiskal (BKF), mengingatkan bahwa Indonesia mau tidak mau harus menerapkan BEPS 2.0 karena banyak negara mitra sudah menerapkan kebijakan tersebut. Jika tidak, Indonesia harus siap merelakan memberi subsidi pada negara investor yang pada umumnya merupakan negara maju yang telah menerapkan BEPS 2.0.

Dalam diskusi yang berfokus pada bagaimana mengatasi perbedaan persepsi dalam mengartikan UU perpajakan, Dr. Prianto Budi Saptono, Dosen FIA UI, menyatakan pentingnya sinkronisasi dalam penerapan tax holiday di Indonesia. “

“Pilar 2 BEPS berpotensi mengurangi praktik race to the bottom dan mendorong level playing field, meskipun juga dapat mengurangi efektivitas insentif pajak. Oleh karena itu, diperlukan tindakan dalam bentuk non tax measures untuk menarik investasi ke Indonesia,” kata Drs. Iman Santoso ,M.Si selaku Dosen FIA UI.

Acara seminar yang berlangsung di Auditorium FIA UI pada Selasa, 24 Oktober 2023 ini berhasil menghadirkan 70 peserta secara daring dan 30 peserta secara tatap muka, menciptakan lingkungan yang produktif untuk berdiskusi dan mencari solusi terkait dengan isu-isu perpajakan yang berkembang di Indonesia.

Seminar ini telah memberikan wawasan yang berharga tentang tantangan perpajakan di Indonesia dan berpotensi menciptakan dasar yang lebih kuat untuk penyusunan kebijakan perpajakan yang lebih seimbang dan efektif di masa depan.