Mencermati Perlakuan PPh 21 Iuran Tapera

DENGAN diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), mulai tahun pajak 2021 pemerintah akan memungut iuran sebesar 3% dari total gaji pekerja di Indonesia dari kalangan ASN, TNI dan Polri, BUMN, dan BUMD.

Sementara itu bagi pegawai swasta, pemerintah memberikan waktu hingga selambatnya 7 tahun sejak peraturan diundangkan (2027) untuk mendaftarkan pekerjanya pada Badan Pengelola (BP) Tapera. Lalu bagaimana pembayaran iuran Tapera ini diperhitungkan dalam PPh Pasal 21 karyawan?

Komisioner BP Tapera Adi Setianto dalam video konferensinya (5/6/2020) mengatakan institusinya berencana melakukan benchmarking kepada iuran Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

Iuran Jamsostek terdiri atas Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP). Untuk memudahkan ilustrasi dalam konteks penghitungan PPh 21, ke-4 jenis jaminan ini dikelompokkan ke dalam dua jenis perlakuan yang berbeda.

Kelompok pertama terdiri atas iuran-iuran yang memperoleh perlakuan sebagai taxable income now. Kelompok kedua terdiri atas iuran-iuran yang memperoleh perlakuan sebagai taxable income later. Kelompok pertama adalah JKK dan JKM, kelompok kedua adalah JHT dan JP.

Asas Kenyamanan
OBJEK PPh adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak (WP) baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan WP dengan nama dalam bentuk apa pun

Dalam konteks Tapera, WP dinilai memiliki penghasilan saat menerima dana klaim pengembalian simpanan. Sesuai dengan asas kenyamanan (convenience), pajak sebaiknya dipungut saat WP berada dalam kondisi baik dan memiliki kemampuan membayar pajak, tidak sedang dalam kesulitan.

Hal inilah yang melatarbelakangi perlakuan terhadap iuran JKK dan JM yang digolongkan ke dalam taxable income now bagi karyawan. Karena kondisi terbaik WP adalah saat membayar iuran, bukan saat menerima klaim atau penarikan dana simpanan.

Terkait dengan JKK dan JKM, maka ketika dana simpanan ditarik artinya WP sedang dalam kondisi sakit, mengalami kecelakaan kerja, atau kematian. Dalam kondisi tersebut, memungut pajak bukanlah merupakan kebijakan yang empatik.

Berbeda dengan JKK dan JKM, JHT dan JP memiliki karakter yang berbeda. Kondisi terbaik WP untuk membayar pajak adalah saat menerima dana penarikan simpanan. Saat memasuki hari tua atau pensiun, kondisi WP tidak dalam keadaan sulit atau terdera kesedihan untuk dipungut pajak.

Bagaimana dengan Tapera? Mengacu pada PP Nomor 25 Tahun 2020, pemanfaatan Tapera adalah untuk pembiayaan pemilikan, pembangunan, atau perbaikan rumah. Artinya, tidak ada kondisi kritis dan menyedihkan yang mendera WP saat melakukan klaim.

Maka, iuran Tapera dapat digolongkan ke dalam kelompok kedua yaitu taxable income later, di mana pengenaan PPh dilakukan saat WP menerima dana simpanan karena dianggap WP memperoleh tambahan kemampuan ekonomis (penghasilan).

Taxable Income
DALAM penghitungan PPh 21, JKK dan JKM yang seluruhnya dibayarkan perusahaan menjadi komponen penambah penghasilan bruto karyawan, sehingga JKK dan JKM merupakan taxable income bagi karyawan saat iuran dibayarkan.

Sementara itu, JHT dan JP memiliki porsi kewajiban pembayaran oleh pemberi kerja dan oleh pekerja. JHT dan JP yang dibayarkan pemberi kerja tidak masuk penghitungan PPh 21, sedangkan JHT dan JP yang dibayarkan pekerja menjadi pengurang penghasilan bruto.

Artinya, JHT dan JP bukan taxable income saat iuran dibayar, melainkan saat klaim pengembalian simpanan dilakukan. Tapera memiliki sifat pemanfaatan mirip JHT dan JP, atau sangat berbeda dengan JKK dan JKM. Karena itu, perlakuan iuran Tapera dalam PPh 21 dapat disamakan dengan JHT dan JP.

sumber: news.ddtc.co.id