Isu mental health merupakan sesuatu topik yang ramai diperbincangkan belakangan ini khususnya di kalangan mahasiswa terutama pada masa pandemi. Pasalnya pada masa perkuliahan online, tumpukkan tugas serta tidak adanya ruang sosialisasi secara langsung membuat mahasiswa mengalami stres. Untuk itu, perlu upaya untuk mengelola stres sehingga mahasiswa dapat menghindari burn out yang akan berujung pada hal negatif.

Hal tersebut disampaikan oleh Dr. Fibria Indriati, M.Si Wakil Dekan Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesai (FIA UI) sebagai dalam acara Healing Class FIA UI 2022 yang bertema Managing Stress Avoiding Burn Out pada Rabu, 29 Juni 2022 siang secara online melalui platform meeting zoom.

Dalam acara ini, Reginald sebagai perwakilan Advokasi Kesejahteraan Mahasiswa (Adkesma) Fakultas Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Administrasi (FIA UI) memaparkan kondisi kesehatan mental mahasiswa UI selama pandemi Covid-19 tahun 2021 yang menunjukkan bahwa sebanyak 48,9% mahasiswa mengalami gangguan kecemasan, 55,5% mengalami gejala depresi, 64,6% memiliki kualitas tidur yang buruk.

Usai penjelasan tersebut, Fadhilah Amalia, M.Psi seorang Psikolog Klinis yang menjadi narasumber dalam Healing Class kali ini melanjutkan acara dengan meminta peserta kelas untuk memilih satu dari dua gambar yang menggambarkan kondisi yang dirasakan serta memutar lagi “Diri” oleh Tulus untuk menenangkan peserta untuk dapat memulai acara inti.

“Setiap hari pasti kita sebagai manusia akan menghadapi berbagai macam emosi dan juga tentunya pikiran yang mengganggu. Ada juga beberapa hal yang mungkin kita tidak sadari mengganggu pikiran kita dan terakumulasi yang menimbulkan ketidaknyamanan dalam pikiran dan hati kita,” ungkap Fadhilah.

Fadhilah menyebut bahwa berdasarkan definisi dari American Psychological Association (APA), stress merupakan suatu keadaan dimana demand atau tuntutan dibandingkan dengan source atau sumber daya yang dimiliki. Stress juga dapat terjadi jika ada sesuatu yang mengancam atau tidak mengenakkan terjadi pada manusia baik dari internal atau eksternal yang menimbulkan ketidaknyamanan.

“Ada tiga tipe stress menurut APA yakni acute stress, episodic acute stress, dan chronic stress. Lalu, kita akan masuk ke definisi burnout dimana burnout ini mirip dengan stress. Menurut WHO burnout merupakan sebuah sindrom yang dikonseptualisasikan sebagai akibat dari stres kronis di tempat kerja yang belum berhasil dikelola oleh seorang individu. Burnout itu sendiri bukanlah diagnosa medis,” jelasnya.

Perbedaan yang mendasar adalah burnout berkaitan dengan aktivitas pekerjaan, organisasi, akademik, ataupun peran seperti parenting atau caretaking. Untuk mahasiswa, umumnya yang terjadi adalah academic burnout yang dapat terlihat dari respon fisik dan psikis, lelah saat ingin memulai atau dalam proses belajar, motivasi belajar menurun, adanya dorongan menghindar, dan mengalami kesulitan untuk fokus.

“Burnout sendiri dapat berdampak langsung pada tiga hal yakni efisiensi pekerjaan dimana motivasi pekerjaan akan menurun dan menimbulkan kecenderungan procrastinating, kedua mempengaruhi kualitas hubungan dengan orang terdekat yang dapat memicu konflik, dan terakhir adalah jika kondisi burnout tidak diatasi dengan baik dapat berdampak pada kondisi mental yang lebih serius,” pungkasnya.

Untuk mencegah adanya burnout, perlu sikap untuk mengenali pikiran, perasaan, dan sikap lebih baik. Kemudian, mempraktekkan self-care, dan melakukan kebiasaan yang lebih menyehatkan dan keseimbangan work-life.

Tetapi juga sudah terjadi, latihlah relaksasi pernapasan atau meditasi, bila memungkinkan maka komunikasikanlah masalah dengan pihak terkait dan ambil keputusan yang tepat, dan terakhir adalah cobalah untuk meminta dukungan dari pihak profesional untuk membantu memperbaiki kondisi mental kamu.

Kemudian, acara dilanjutkan dengan sesi diskusi dimana terdapat beberapa peserta yang bertanya dan salah satunya bertanya mengenai “Apakah perbedaan mendasar burnout dan anxiety disorder?”

Fadhilah menjawab “perbedaan utama adalah burnout bukanlah hasil diagnosa medis dan konteksnya selalu pada berkaitan dengan peran seseorang di sosial misalnya pekerjaan, akademik, dan lainnya. Burnout itu juga dapat terlihat seperti orang yang sedang anxious juga. Namun, hal yang mendasar yang jadi perbedaannya adalah anxiety itu merupakan hal diagnosa medis dan jarang sekali berhubungan dengan peran seseorang di tengah masyarakat,” ungkapnya.