Pandangan Prof. Haula terkait Efektivitas Hukum Pidana dalam Perpajakan

SURABAYA. Tindak pidana dalam perpajakan merupakan hal yang penting dibahas bukan hanya sebagai law enforcement tapi dalam perspektif welfare criminology. Tindak pidana perpajakan mengurangi kemampuan negara dalam menyejahterakan rakyat.

Hasil pemikiran ini dipresentasikan Guru Besar Perpajakan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI), Prof. Dr. Haula Rosdiana ,M.Si. saat menjadi salah satu narasumber dalam Seminar Tantangan dalam Mengukur dan Meningkatkan Efektivitas Hukum Pidana di Bidang Perpajakan, Selasa (2/10). Seminar yang dilaksanakan di Fakultas Hukum Universitas Airlangga ini merupakan hasil kerjasama Pusat Pendidikan dan Pelatihan (PUSDIKLAT) Pajak dengan Fakultas Hukum Universitas Airlangga (FH UNAIR). Satu-satunya profesor perempuan bidang perpajakan di Indonesia ini memberikan pandangannya terkait efektivitas hukum pidana dalam perpajakan.

Prof. Haula menjelaskan Ilmu kebijakan perpajakan menjelaskan paradigma pajak dari persektif non-penal yang berbeda dengan hukuman pidana umum. Sehingga bagaimana orang mau membayar pajak merupakan yang paling utama dalam menyusun kebijakan perpajakan. “Biaya implementasi yang harus ditanggung pemerintah akan lebih besar jika lebih menekankan kepada criminal penalty. Karena itu dapat dipahami mengapa Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) lebih menekankan pada denda. Hal ini tercermin dalam rumusan pasal 8 ayat 3 maupun asal 44 B ayat 1 dalam UU KUP,” kata Staf Ahli DPR dalam perumusan UU KUP ini.

Ke depan, ada banyak tantangan dalam mengukur dan meningkatkan efektivitas penegakan hukum pidana di bidang perpajakan menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Yang utama adalah pengertian tindak pidana pajak atau tindak pidana di bidang perpajakan tidak ada dalam UU KUP. Namun pengertian tersebut dapat ditemukan dalam penjelasan Pasal 33 ayat (3) UU RI Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal yang berbunyi “Yang dimaksud dengan “tindak pidana perpajakan” adalah informasi yang tidak benar mengenai laporan yang terkait dengan pemungutan pajak dengan menyampaikan surat pemberitahuan, tetapi yang isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada negara dan kejahatan lain yang diatur dalam undang-undang yang mengatur perpajakan.”

“Pemerintah harus melakukan evidence-based policy untuk merumuskan indikator pengukuran efektivitas penegakan hukum di bidang perpajakan,” ujar Prof Haula. Selain itu, skenario planning/analysis harus dilakukan dalam mencari pengaruhnya dalam meningkatkan efektivitas penerapan hukum pidana di bidang perpajakan.

Selain Wakil Dekan I FIA UI, acara ini juga dihadiri oleh Hakim Agung Yosran, Dosen Hukum Pidana FH UNAIR Sarwirini, Asisten Khusus Jaksa Agung RI Asep Nana Mulyana dan Praktisi Perpajakan Teuku Nasrullah. Mereka turut memberikan masukan kepada pemerintah terkait implementasi maupun strategi peningkatan efektivitas dalam perpajakan.(EM)