Pemahaman Budaya adalah hal yang sangat penting agar penetrasi pasar yang dilakukan dapat tepat sasaran. Budaya yang dimaksud bukan hanya budaya bangsa, namun juga budaya kelompok.

Hal ini disampaikan oleh Prof.Dr.Phil. Hana R.G. Panggabean sebagai narasumber dalam kuliah tamu yang mengangkat tema “Peranan Budaya Indonesia dalam Pemasaran Lintas Budaya” yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI) secara daring, Jumat (11/2).

Peserta kuliah tamu pada acara ini terbatas bagi mahasiswa FIA UI. Mahasiswa tampak sangat antusias dengan memberikan pertanyaan dan jawaban selama kuliah tamu ini berlangsung. Dalam kuliah tersebut Prof. Hana juga memberikan beberapa pertanyaan interaktif kepada mahasiswa peserta kuliah yang berkaitan dengan persepsi dan stereotip pada lingkup budaya global, kelompok, dan juga personal.

Perempuan yang akrab disapa Prof. Hana ini memulai pembicaraan dengan menampilkan iklan sebuah produk makanan cepat saji yang menyajikan jenis yang berbeda di dalam setiap negara, namun memiliki nama merek yang sama. “Hal ini merupakan salah satu contoh dari penerapan pemasaran yang disesuaikan dengan budaya setiap negara,” ujarnya.

Lebih lanjut, Prof. Hana menjelaskan bahwa budaya yang saat ini kita ketahui hanyalah sebagian kecil dari budaya yang sebenarnya. Beliau menampilkan Model Gunung Es Budaya yang didalamnya menyimpan pengertian budaya yang lebih luas. “Budaya merupakan hal yang dipelajari, bukan hal yang dibawa dari lahir,” ungkapnya.

Prof. Hana juga menyampaikan Indonesia memiliki kebudayaan yang mendunia yang ditunjukkan dengan berbagai produk khas seperti batik yang banyak digunakan oleh orang-orang terkenal di dunia. “Selain itu, Indonesia memiliki 7 standar budaya yakni religiusitas, guyub, keberagaman, komunikasi implisit, kepemimpinan fasilitatif, nrimo, dan kompetensi generalis” terang beliau.

Tak sampai disitu, Prof. Hana menjelaskan bahwa budaya merupakan hal yang penting dalam melakukan kerjasama secara internasional. Hal yang beliau tekankan adalah sebagai warga Indonesia, kita seharusnya belajar untuk lebih memahami budaya kita sendiri ketimbang memahami budaya negara lain.

“Hal ini perlu diperhatikan agar persepsi budaya yang dimiliki tidak bias. Lebih lanjut, budaya juga berimplikasi sebagai penunjuk arah dengan berdasar pada kekuatan dan kelemahan kita sebagai masyarakat Indonesia,” ungkapnya.

Dalam kesempatan yang berbeda, Dosen Pengampu Mata Kuliah Pemasaran Lintas Budaya Ixora Lundia Suwaryono, S.Sos., M.S. turut mengatakan bahwa dengan adanya pemahaman yang kuat tentang standar budaya Indonesia, kita dapat mengantisipasi saat berinteraksi dengan budaya lain dalam konteks tertentu.

“Dalam ilmu pemasaran, diperlukan pemahaman tentang budaya kita sendiri dan bagaimana budaya setempat di mana produk akan dipasarkan, sehingga kita dapat menghindari konflik budaya yang dapat merugikan pemasaran produk tersebut,” tambah Ixora.

Beberapa dosen FIA yang hadir dalam kuliah tamu ini juga turut menyampaikan pertanyaan yang membuat kuliah ini semakin menarik. Terkait dengan kompetensi masyarakat Indonesia yang cenderung generalis, Dr. Lina Miftahul Jannah, S.Sos, M.Si mengajukan pertanyaan mengenai apakah kita seharusnya hanya paham di satu ilmu atau harus melakukan perubahan.

Menanggapi hal ini, Prof. Hana menjelaskan bahwa pengetahuan saat ini sudah sangat mudah diakses. Oleh karena itu ilmu yang dipelajari sebaiknya fokus dan mendalam. Untuk mampu mengejar ketertinggalan di kancah internasional, kita harus mampu mengembangkan diri dengan memanfaatkan segala kesempatan yang ada, seperti sertifikasi untuk kompetensi tertentu.