Future of Governance: Flatter Better
Sejatinya, perubahan yang terjadi pada lingkungan eksternal membuat pemerintah harus lebih gesit lagi dalam menanggapi perubahan. Sehingga, pengambilan keputusan harus lebih datar (flat), yaitu cepat, lugas, dan singkat, untuk memastikan pelayanan publik berjalan secara efektif dan memenuhi ekspektasi masyarakat.
Hal tersebut disampaikan Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI) Eko Prasojo pada saat menjadi pembicara dalam Webinar yang digelar oleh Razak School of Government (RSOG) Malaysia yang mengangkat tema ‘The Future is Flatter’ pada Selasa (6/10/20).
Menurutnya, dalam era yang serba menantang ini, kegesitan (agility) bukan merupakan akhir, melainkan syarat untuk menghadapi tantangan birokrasi. “Membentuk tim yang agile, berbeda dengan model hierarki, memiliki tujuan yang kuat, serta dapat membawa nilai kebijakan dari hulu ke hilir,” ungkapnya.
Pria yang merupakan Wakil Menteri PANRB era SBY ini juga menjelaskan syarat-syarat perubahan agar birokrasi dapat melandai (flatter), yaitu perubahan struktural, dimana struktur organisais pemerintahan harus mengalami restrukutrisasi dari model berbasis fungsi menjadi berbasi performa, model organisasi yang berfokus kepadda pemenuhan indikator kinerja.
“Kedua, yaitu transformasi digital. Dengan bantuan digital, banyak pekerjaan dapat dilaksanakan menjadi lebih singkat, efisien, efektif, juga dapat diintegrasikan kedalam satu platform yang dapat diakses dengan mudah baik olehe pemerintah itu sendiri maupun masyarakat, seperti online shopping lah,” ujar Eko.
Dirinya melanjutkan, syarat perubahan yang ketiga ialah perubahan kultural, dimana budaya-budaya buruk yang hinggap di tubuh birokrasi Indonesia seperti korupsi, malas-malasan, tidak peka akan perubahan, harus segera secara perlahan digantikan kepada budaya kinerja yang produktif dan berintegritas.
“Terakhir, keempat, ialah perubahan pada regulasi, bisa dengan re-regulasi, maupun deregulasi undang-undang yang terlalu banyak dan rumit sehingga memperlambat dan memperburuk birokrasi,” tukasnya.
Namun, dirinya juga mengakui bahwa tantangan terbesar dalam menciptakan model pemerintahan yang melandai ialah interfensi politik dan kondisi budaya eksisting. “Kekuatan politik di birokrasi masih sangat besar ya, serta budaya yang ada juga masih sangat sulit diubah,” tegasnya. Namun, Eko Prasojo menekankan bahwa perubahan tetap harus dimulai dari hal yang kecil dan dilakukan segera. “Untuk pendidikan, bisa dimulai dari Taman Kanak-kanak, bagi pemerintah, bisa dimulai dari membenahi budaya kerja, tentu ini proses yang lama dan panjang, tapi harus,” tukasnya.
This Webinar can be accessed by clicking this link: Youtube