Liberal arts education merupakan pendidikan untuk menciptakan lulusan yang kritis dan agile. Selain itu, liberal arts itu membebaskan pikiran dari ignorance dan juga memupuk tanggung jawab sosial. Ini adalah sebuah cara pembelajaran bukan suatu bidang ilmu.

Hal tersebut disampaikan oleh Guru Besar Perpajakan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI) Prof. Haula Rosdiana, M.Si. pada Kuliah Umum MPKT yang mengangkat tema “Liberal Arts Curriculum untuk Menyiapkan Lulusan FIA yang Berwawasan Luas dan Adaptif” yang berlangsung pada Rabu (15/6/2022) sore secara daring melalui platform zoom meeting.

Lebih lanjut, prof Haula mengatakan bahwa liberal arts education seharusnya mengajarkan sesuatu tentang segala hal dan segala hal tentang sesuatu. Prof Haula juga menerangkan bahwa akar ilmu ketiga program pendidikan S1 FIA UI adalah liberal arts.

“Pilar Keilmuan FIA UI ini sendiri sudah mengacu liberal arts yang didalamnya ada kebijakan, governansi, inovasi, institusi, dan budaya. Di era ekonomi digital saat ini dan struktur penduduk yang didominasi oleh generasi milenial, maka liberal arts sangat penting untuk menghadapi tantangan eksistensi negara,” ungkapnya.

Menurut Prof. Haula, terdapat satu tantangan terhadap eksistensi negara yang kebanyakan penduduknya adalah milenial yang melakukan aktivitas di dunia digital, seperti timbulnya menimbulkan isu etis dimana masyarakat akan menghindar dari pajak, sehingga negara tidak punya cukup uang untuk melaksanakan tugas-tugas negara dan tidak mencapai sustainability.

“Liberal arts diperlukan untuk mendesain kebijakan perpajakan dan sistem perpajakan dimana frameworknya benar dengan melakukan studi komparatif dan studi literatur. Salah satu hal yang mendasar dari liberal arts adalah berpikir kritis karena perumusan kebijakan merupakan proses sekali seumur hidup,” ungkapnya.

Selanjutnya, Prof. Haula menjelaskan mengenai generasi milenial yang memanfaatkan liberal arts dalam revolusi pertanian yang sudah berkembang di dunia dan Indonesia serta mengenai pengelolaan air limbah sebagai public goods atau public services.

Acara kemudian berlanjut dengan sesi tanya jawab dimana beberapa mahasiswa aktif untuk bertanya dan salah satunya bertanya mengenai banyaknya permasalahan di Indonesia baik dari pendidikan, pemerintahan, dan sosial. Salah satunya adalah mengenai fenomena korupsi yang menciptakan ketidakmauan masyarakat di era milenial untuk membayar pajak yang berhubungan dengan tantangan eksistensi negara yang sebelumnya dijelaskan oleh Prof Haula.

Prof Haula menjawab dengan mengatakan “Saat mempelajari sesuatu jangan skeptis, tetapi berpikir kritislah dan pastikan mengerti filosofinya terlebih dahulu. Mengenai pembayaran pajak itu diperlukan sebagai penggerak pemerintahan. Maka yang perlu dikritisi bukan itu, tetapi pertanggungjawabannya yakni spendingnya atau penggunaannya. Karena yang diharapkan adalah ketika adanya insentif dan cash flow perpajakan, jadi ada biaya yang ditekan sehingga timbul produktivitas.”

Sebagai informasi, kuliah umum ini dihadiri oleh dosen pengampu kelas MPKT yakni Wulandari Kartika Sari, S.Sos, MA selaku moderator, Wahyu Mahendra, M.Egov., Debie Puspasari, M.P.A., dan Mohamad Luhur Hambali, M.Si.

Kuliah umum ini dimulai dengan sesi sharing mengenai kesan mahasiswa FIA UI selama mengikuti mata kuliah MPKT selama 1 semester, dilanjutkan dengan pembukaan oleh moderator yakni Wulandari Kartika Sari, S.Sos, MA sebagai Koordinator Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Terintegrasi FIA UI.

“Kuliah umum ini bertujuan untuk mendukung capaian kuliah umum MPKT dimana mahasiswa memiliki wawasan yang lebih luas dan memiliki skill yang mampu beradaptasi dengan perubahan zaman yang menuntut mahasiswa FIA UI menguasai soft dan hard skill yang berguna di masa depan,” ungkap Wulandari.