Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Hal tersebut termasuk ke dalam kode etik dan rahasia jabatan pegawai Direktorat Jenderal Pajak Republik Indonesia (DJP RI).
“Setiap pejabat, baik petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak yang menyangkut masalah perpajakan, antara lain seperti Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan lain-lain yang dilaporkan oleh Wajib Pajak; data yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan; dokumen dan/atau data yang diperoleh dari pihak ketiga yang bersifat rahasia; dan dokumen dan/atau rahasia Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkenaan,” kata Dwi Astuti selaku Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Universitas Indonesia.
Lebih lanjut, Dwi menyebutkan bahwa setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Saat ini, untuk memudahkan dan efisiensi data perpajakan, dibutuhkan integrasi data yang baik.
“Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif wajib mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP. Menteri Dalam Negeri melalui Dirjen Dukcapil memberikan hak akses data kependudukan dan databalikan dari pengguna kepada Menteri Keuangan untuk diintegrasikan dengan basis data perpajakan. Menteri Keuangan mendelegasikan kepada Dirjen untuk menerima dan meminta data kependudukan dan databalikan dari pengguna dari Menteri Dalam Negeri,” tambahnya.
Publik yang merupakan wajib pajak memperoleh hak untuk mendapatkan layanan publik terkait data dan keterbukaan data. Untuk memperoleh informasi publik yang ada di DJP, masyarakat dapat menyampaikan permohonan informasi kepada PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) Tingkat I/II/III. Kemudian, Dwi menjelaskan lebih lanjut mengenai kode etik dan rahasia pegawai DJP.
“Kode Etik dan Kode Perilaku adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan Pegawai dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi serta pergaulan hidup sehari-hari yang bertujuan untuk menjaga martabat dan kehormatan Pegawai, bangsa, dan negara. Majelis adalah tim yang bersifat tidak tetap (ad hoc) yang dibentuk di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dan bertugas melakukan penegakan atas pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku yang dilakukan oleh Pegawai berdasarkan asas kejujuran dan keadilan,” ungkapnya.
Pelanggaran, kata Dwi, merupakan segala bentuk ucapan, tulisan, gambar dan/atau perbuatan Pegawai Yang bertentangan dengan Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai./ Pelapor adalah pihak yang memberitahukan kepada Pejabat yang Berwenang terkait adanya Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai yang sedang dan/atau telah terjadi. Sedangkan, terlapor adalah Pegawai yang diduga melakukan Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai.
Sebagai informasi, hal ini diungkapkan oleh Dwi dalam Kegiatan Kuliah Tamu Mata Kuliah Sistem dan Prosedur Perpajakan, Departemen Ilmu Administrasi Fiskal Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia dengan Tema “Kode Etik dan Rahasia Jabatan Pegawai DJP : Kebijakan dan Implementasinya” pada Rabu, 31 Mei 2023 di Auditorium EDISI 2020 Gedung M FIA UI Depok.