Gerakan Sosial PPKM

disarikan dari tulisan Guru Besar FIA UI Martani Huseini. Dimuat pada Harian Kompas (19/3)

Paling tidak ada lima pesan utama Presiden jokowi untuk mengefektifkan pelaksanaan PPKM dan PSBB. Pesan itu ialah libatkan pakar epidemiologi, awasi dan monitoring pelaksanaan di lapangan, libatkan tokoh-tokoh masyarakat, berikan teguran dan bimbingan di lapangan. Optimalkan kegiatan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) agar bisa meredam dan mengurangi laju pertumbuhan penyebaran korona di Indonesia.

Arahan yang terlihat mudah namun tidak semudah itu dilaksanakan di lappangan, seperti PPKM skala mikro yang masih dipertanyakan efektivitasnya.

PPKM maupun PSBB bila tidak dipijakkan dengan landasan teori yang relevan sebagaimana konsep social mobility/movement ataupun konsep manajemen perubahan, jaminan kesuksesannya sebagai gerakan sosial diragukan keberhasilannya.

Tidak hanya epidemiolog, berbagai pakar seperti sosiolog, antropolog, pakar komunikasi dan kebijakan publik juga harus dilibatkan. Sosialisasi PPKM dan monitoring berjenjang perlu diintegrasikan dengan desain PSBB tata kelola makro dengan sistem terpadu, terstruktur, dan terukur.

Berbagai gerakan seperti Saemaul Undong (Memerangi Kemiskinan dimulai dari Desa) yang menunjukkan keberhasilannya setelah 10 tahun berjalan dan direplikasi di berbagai negara.

Pemanfaatan konsep social movement/mobilization (John Kelly, 2018) dan manajemen perubahan (John KOtter, 2007) tampaknya perlu dijajaki sebagai rujukan untuk mengefektifkan gerakan memerangi Covid-19 di masyarakat.

Dalam bangunan gerakan sosial diperlukan pemetaan awal semacam pra-tes dengan menggunakan formula sebelum melakukan gerakan sosial. Rumusnya D x V x F >R. Artinya, kalau mau membangun gerakan sosial yang baik, harus dimulai dari menciptakan Dissatisfaction (D), yakni tentang situasi ketidakpuasan akibat kegagalan dalam mengusir wabah Covid-19.

Penyampaian Vision (V), yakni masyarakat luas harus diberi penjelasan, kita sekarang ada di posisi mana, dengan memakai bahasa yang mudah dipahami.

Sementara First Action (F) yaitu dalam menjalankan gerakan sosial seperti PPKM harus melihat momen dan prosesnya, agar langkah perdana bisa mengindikasikan kesuksesan untuk tahapan berikutnya.

Secara keseluruhan, perkalian rumus diatas harus lebih besar dari Resistensi (R) komunitas yang melakukan penolakan. Jika R lebih besar maka probabilitas keberhasilan gerakan sangat kecil.

Penulis menyarankan untuk (1) menciptakan rasa keterdesakan melakukan sesuatu (sense of urgency), agar masyarakat bergegas ingin mengusir korona dengan mematuhi 3M/5M serta menaati instruksi 3T.

(2)Perlu membangun koalisi yang kuat lintas institusi, bidang, dan lintas komunitas. (3)Visi dan arah tujuan program harus dikomunikasikan dengan bahasa yang mudah dipahami. (4) Pemberdayaan secara berjenjang hingga tingkat komunitas terkecil di masyarakat. (5) jika terdapat masalah dalam implementasi, segera lakukan kaji ulang dan konsolidasi. (6) umumkan kesuksesan di setiap tahapan. (7) bangun semangat untuk selalu bersedia melakukan perubahan. (8) turunkan jangkar di tempat yang strategis agar gerakan ini bisa bergaung lebih besar.

Gerakan memerangi pandemi Covid-19, walaupun sudah dikoordinasikan oleh Satgas Covid-19, tampaknya perlu mempelajari kembali fondasinya dalam penerapan konsep mobilisasi sosial dan manajemen perubahan secara sistematis.

Orkestrasi permainan level mikro dan makro memerlukan ‘partitur’ dan pemilihan dirigen yang tepat, agar keinginan Presiden Jokowi dalam mengusir pandemi kali ini dapat diwujudkan.