Masyarakat sangat mendambakan ketersediaan pelayanan kesehatan khususnya Rumah Sakit (RS) yang berkualitas tinggi dengan harga terjangkau dan Public Private Partnerships (PPP) merupakan bagian dari solusi untuk mewujudkan hal tersebut. Salah satu model Service delivery PPP untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan efisiensi RS adalah Contracting in-out atau dalam konteks Indonesia dikenal dengan Kerja Sama Operasional (KSO).

Pernyataan tersebut dilontarkan oleh Dr. Drg. Masyitoh, MARS dalam promosi doktor di bidang Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI) dengan judul disertasi “Pengaruh Konteks Sistem, Driver dan Proses Kolaborasi terhadap Output Kerja Sama Operasional (KSO) pada Rumah Sakit Daerah (RSD) Berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) di Indonesia” pada Rabu, 6 Juli 2022 siang.

“Praktik kolaborasi dalam KSO ditandai dengan win – win solution antara RS dengan perusahaan mitra. Dalam perjalanannya implementasi KSO di RSD menghadapi sejumlah permasalahan dan ditemukan posisi yang tidak setara antara RSD dengan Perusahaan Mitra. Praktik KSO RSD juga kerap dinilai merugikan negara sehingga menjadi temuan,” katanya.

Masyitoh dalam penelitian ini mengawinkan ilmu administrasi publik dan kesehatan melalui penggunaan instrumen tata kelola kolaborasi. Selain itu, ia juga menggunakan teori Emerson and Nabatchi yang memberikan framework analisis tata kelola kolaborasi terdiri dari variabel konteks sistem, driver, proses dan hasil.

Dalam penelitiannya, Masyitoh menemukan beberapa fakta yakni pelaksanaan KSO pada RSD BLUD tidak berjalan sesuai dengan tata kelola yang baik karena adanya hambatan kebijakan, SDM dan praktik korupsi. Selain itu, peneliti menemukan adanya kebijakan yang tidak seirama antar kementerian, kebijakan yang ditafsirkan berbeda, kebijakan yang tidak lengkap dan kebijakan sektor lain yang mempengaruhi.

“Selain kebijakan, isu sumber daya manusia (SDM) juga menjadi isu yang kuat melalui dimensi kepemimpinan dan capacity for join action. Isu ini diwarnai dengan keterbatasan kompetensi,” ungkap Masyitoh.

Masyitoh juga mengatakan bahwa ketiadaan peraturan kepala daerah tidak menyurutkan langkah RSD untuk melaksanakan KSO karena terbukanya peluang dari peraturan yang lebih tinggi dan praktik korupsi. Tingginya kebutuhan masyarakat dan keterbatasan kemudian mendorong direktur RSD berkreativitas untuk memanfaatkan celah peluang yang ada.

Selain itu, ia juga mengemukakan bahwa otonomi RSD terbatas, walaupun berstatus BLUD. Pada level yang lebih teknis, sulit bagi RSD untuk berlari dengan berbagai regulasi yang melekat. Selain otonomi, kolaborasi juga mensyaratkan kapasitas dimana kapasitas yang tidak seimbang antara RSD dengan dengan perusahaan mitra ditambah dengan budaya korupsi yang merasuk dalam setiap level dan tahapan pelaksanaan KSO.

Dalam pemaparannya, Masyitoh menyebut bahwa diperlukan pendekatan administrasi publik dalam tata kelola RSD untuk menghadapi permasalahan yang melibatkan banyak stakeholder dari berbagai sektor dan melintasi banyak yurisdiksi yang mungkin melihat, memahami dan mempunyai solusi yang berbeda. Solusi atas permasalahan RSD patut menjadi prioritas mengingat RSD adalah tulang punggung JKN.

Dalam penelitiannya, Masyitoh memberikan rekomendasi pembuat kebijakan pada level pusat dan daerah. Ia menyebut bahwa lahirnya Instruksi Presiden nomor 1 tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelayanan Program JKN menjadi momentum tepat bagi Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri untuk “duduk bersama” mengevaluasi, mengkaji dan menyempurnakan regulasi terkait tata kelola pelayanan kesehatan pada RSD BLUD agar tidak menimbulkan kebingungan dan multitafsir pada level pelaksana.

“Sementara itu Pemerintah Daerah diharapkan menetapkan dan atau memperbarui Peraturan Kepala Daerah mengenai KSO pada RSD beserta panduannya. Rekomendasi juga diberikan kepada para pengelola RSD agar lebih proaktif mendorong pemerintah daerah untuk menerbitkan aturan kerja sama pada RSD,” katanya.

Masyitoh menutup presentasi disertasinya dengan mengatakan bahwa Analisis jalur (path) membuktikan bahwa sistem konteks hanya dapat mempengaruhi proses melalui mediasi variabel driver.

Usai penyampaian presentasi, para penguji dan promotor memberikan pertanyaan dan masukan terkait disertasinya. Dalam acara sidang promosi doktor ini, Masyitoh berhasil menjadi doktor dari Fakultas Ilmu Administrasi yang ke-15 dalam bidang Ilmu Administrasi dengan predikat cumlaude.

Turut bertindak sebagai Ketua Sidang dalam acara sidang promosi tersebut Prof. Dr. Irfan Ridwan Maksum, M.Si., Prof. Dr. Eko Prasojo, Mag.rer.publ. selaku promotor, Prof. Dr. Amy Yayuk Sri Rahayu, M.Si., selaku ko-promotor, serta anggota penguji yang terdiri dari Dr. Phil. Reza Fathurrahman, MPP, Dr. Pantius D. Soeling, M.Si., yang hadir secara daring, Dr. dr. Slamet R. Yuwono, DTM&H, MARS, M.Kes., dan Prof. Dr. Amal Chalik Sjaaf, SKM, Dr.P.H.