Pemajakan atas Bisnis dan Industri Tertentu Fokus Aspek Perpajakan atas Industri Panas Bumi

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa/i fiskal terhadap aspek perpajakan khususnya atas industri panas bumi, DIAF FIA UI melaksanakan kuliah umum pada Kamis (8/4/21) yang dipandu oleh Wisamodro Jati, S.Sos, MIT selaku dosen Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal dengan menghadirkan satu pembicara yang merupakan alumnus dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia yaitu Indra Teguh Hattatilan selaku Head of Tax pada perusahaan PT. Supreme Energy Muara Laboh.

Di Indonesia, potensi panas bumi sendiri sangat besar sekitar 23 GW (gigawatt) yang tersebar di seluruh Indonesia karena (kita) memiliki jalur gunung berapi aktif yang banyak. Kemudian dari 23 GW tersebut baru dimanfaatkan sekitar 10%. Jadi, sangat kecil yang sudah dimanfaatkan. Selain itu, panas bumi tidak dapat diekspor dan terbebas dari risiko kenaikan harga bahan fosil.” Ucap Indra ketika menjelaskan urgensi pengembangan panas bumi di Indonesia.

Secara umum, aspek perpajakan di bidang usaha panas bumi, meliputi kewajiban pemotongan PPh PotPut seperti PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Final 4 ayat 2, dan PPh Pasal 15. Sedangkan untuk kewajiban PPN, hasil dari produk usaha panas bumi merupakan Barang Kena Pajak (BKP) yang penyerahannya bersifat strategis bagi pengusaha panas bumi yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Sehingga, PPN tersebut dibebaskan. Hal ini menyebabkan pengembang usaha panas bumi tidak dapat mengkreditkan pajak masukan atas PPN yang telah dibayarkan, sehingga pajak masukan atau PPN yang sudah dibayarkan tadi dapat dibebankan sebagai beban pengurang PPh Badan. Selanjutnya, untuk mendapatkan fasilitas Surat Keterangan Bebas (SKB) dalam hal bea masuk, PPN impor, dan PPh Pasal 22 impor, pengembang usaha panas bumi dapat mengajukannya di Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Di sisi lain, dari segi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pembebasan PBB tubuh bumi diberikan selama masa eksplorasi.

Proses pengembangan panas bumi membutuhkan waktu yang panjang, biaya yang dikeluarkan pun tidak sedikit, dan pengembang (investor) harus menanggung risiko ketidakpastian yang ada menjadi pemantik bahwa bisnis panas bumi membutuhkan insentif perpajakan. “Salah satu kendala di bisnis panas bumi dari sisi perpajakannya, bagaimana kita bisa mendapatkan insentif yang diberikan oleh pemerintah sehingga nilai keekonomisan dalam projek bisa terpenuhi.” Ujar Indra.