PERISTIWA operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu terhadap sejumlah pejabat Universitas Lampung (Unila), termasuk rektor dan wakil rektor, dengan dugaan nilai korupsi diperkirakan mencapai Rp5 miliar menimbulkan keprihatinan publik.

Perguruan tinggi negeri (PTN) diharapkan menjadi anutan bagi masyarakat. Tidak hanya dalam hal integritas akademik, tetapi juga dalam hal praktik good governance pada institusi publik. Apabila nanti terbukti di pengadilan kasus dugaan korupsi dengan terjadinya penyuapan pejabat Unila terkait dengan penerimaan mahasiswa baru melalui seleksi mandiri, itu menunjukkan bahwa masih terjadi masalah struktural dalam tata kelola PTN, seperti yang diidentifikasikan Andrew Rosser (2022), sehingga korupsi masih terjadi.

Di tengah keprihatinan tinggi yang menimpa PTN, kasus dugaan korupsi di Unila itu seharusnya menjadi momentum untuk menerapkan inisiatif zona integritas (ZI) di lingkungan PTN dengan sungguh-sungguh. Konsep ZI itu sebenarnya sudah cukup lama diterapkan dalam kementerian dan lembaga negara. Konsep ZI sebenarnya merupakan inisiatif untuk mencapai sasaran reformasi birokrasi, yang diturunkan dari grand design reformasi birokrasi, yang diterbitkan dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010, dan diturunkan dalam road map reformasi birokrasi setiap lima tahunan. Road map reformasi birokrasi terakhir ialah, untuk jangka waktu 2020-2024, berpatokan pada peraturan menteri pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi (permenpan-RB) 2020.

Area perubahan
Dengan mengacu pada peraturan versi terbaru, yakni Permenpan-RB Nomor 90 Tahun 2021 mengenai Pembangunan Evaluasi Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM), terdapat enam area perubahan dalam mendorong reformasi birokrasi. Keenam area perubahan dengan total bobot penilaian sebesar 60% tersebut masing-masing terdiri dari manajemen perubahan (8%), penataan tata laksana (7%), penataan manajemen SDM (10%), penguatan pengawasan (15%), penguatan akuntabilitas kinerja (10%), dan peningkatan kualitas pelayanan publik (10%).

Pelaksanaan tiap area perubahan dalam unit kerja/satuan kerja tersebut nantinya diukur oleh tim penilai internal, baik tingkat nasional maupun kementerian/lembaga negara dalam dua aspek: aspek pemenuhan dan aspek reform. Tidak cukup dengan pengukuran keenam area perubahan itu, nantinya unit kerja/satuan kerja akan diukur juga dalam dua sasaran utama yang memiliki bobot total 40%.

Sasaran utama pertama ialah terwujudnya pemerintah yang bersih dan akuntabel dengan bobot 22,5% yang nantinya diukur melalui survei indeks persepsi korupsi kepada pihak eksternal (17,5%), dan pencapaian kinerja(5%). Sasaran utama kedua ialah kualitas layanan prima, dengan bobot 17,5% yang diukur melalui survei kepuasan pelayanan terhadap pihak eksternal.

Nantinya, setelah melalui tahap penilaian internal, setiap kementerian dan lembaga negara akan mengusulkan unit kerja/satuan kerja untuk dinilai pada tingkat nasional dalam rangka memperoleh predikat WBK atau WBBM. Unit kerja/satuan kerja yang memperoleh nilai total minimal 75 dalam penilaian tingkat nasional akan memperoleh status WBK. Unit kerja/satuan kerja yang memperoleh nilai total 85 serta sudah memperoleh status WBK akan mendapat status WBBM.

Antusiasme dan partisipasi dari kementerian dan lembaga negara dari setiap tahunnya ternyata cukup tinggi dalam inisiatif ZI untuk memperoleh predikat WBK dan WBBM. Pada 2021, terdapat 558 unit kerja/satuan kerja kementerian dan lembaga negara memperoleh predikat WBK dan WBBM.Jumlah unit kerja yang diusulkan pada 2021 juga mengalami peningkatan sebesar 19% jika dibandingkan dengan 2020. Sebanyak 2.239 unit kerja diusulkan pada 2019, kemudian naik menjadi 3.691 unit kerja pada 2020, dan 4.402 unit kerja pada 2021. Pemimpin kementerian dan lembaga negara yang banyak menghasilkan unit kerja/satuan kerja dengan predikat WBK dan WBBM diberi penghargaan oleh Kemenpan-RB sebagai pemimpin perubahan, di antaranya Menteri Keuangan Sri Mulyani, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X, dan Wali Kota Bandung Yana Mulyana.

Zona integritas
Di lingkup Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Dikti-Ristek), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdibud-Ristek) telah mendorong inisiatif ZI termasuk di dalamnya PTN, dengan melakukan pendampingan secara intensif dalam beberapa tahun terakhir. Desember 2021 merupakan momen bersejarah bagi Dikti-Ristek, untuk pertama kalinya PTN memperoleh predikat WBK oleh Kemenpan-RB. Tidak tanggung-tanggung lima PTN memperoleh predikat WBK yakni Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (FT UGM), Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran (FEB Unpad), Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya (FTP UB), dan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro (FT Undip).

Banyak inisiatif atau program reformasi birokrasi dari PTN dengan predikat WBK itu dapat menjadi contoh untuk perbaikan tata kelola di PTN lainnya. Misalnya, FKM UI membuat sistem aplikasi monitoring jabatan fungsional (Simojang), yang penting untuk memonitor dan mengakselerasi kenaikan jabatan fungsional dosen hingga jenjang Guru Besar FKM UI. Selain itu, FEB Unpad melakukan inovasi dengan membuat aplikasi e-office dalam rangka penilaian kinerja tidak hanya dosen, tetapi juga pejabat struktural fakultas. FTP UB, untuk mengefisienkan pelayanan akademik mereka, membangun aplikasi Sistem Informasi Administrasi Terpadu (SIAT).

Di lingkungan Universitas Indonesia (UI) sendiri, inisiatif ZI menuju WBK dan WBBM semakin didorong, terutama sejak dua tahun terakhir lebih. Dalam rangka mencapai tujuan dari inisiatif ZI, perlu adanya framework yang akan menjadi kerangka acuan dalam pelaksanaan reformasi birokrasi dan transformasi universitas (RBTU) di lingkungan UI. Kerangka RBTU menggunakan referensi Rencana Strategis UI 2020–2024, dengan pendekatan balance scorecards, serta mengacu pada konsep ZI Kemenpan-RB.

Dalam framework RBTU tersebut terdapat tiga tema utama yang mendasari reformasi birokrasi UI. Pertama, tema manajemen SDM, penataan organisasi dan administrasi. Kedua, tema digitalisasi, legislasi, dan humas. Ketiga, tema penguatan tridharma perguruan tinggi. Selain itu, UI mengadakan kompetisi ZI Award UI sejak 2021, yang melibatkan seluruh fakultas/sekolah/program vokasi, kecuali FKM yang saat bersamaan sedang mengikuti penilaian ZI untuk tingkat nasional.

Dalam kompetisi tersebut, penilaian dilakukan tim Dikti-Ristek agar netral, para fakultas/sekolah/program vokasi dinilai insiatiaf reformasinya, dalam indikator yang persis dengan konsep pembanguan ZI di tingkat nasional. Dalam seremoni secara virtual yang dilakukan pada November, Fakultas Kedokteran UI dinobatkan sebagai pemenang dan berhak mewakili UI pada penilaian internal di tingkat Kemdikbud-Ristek 2022.

Mengacu kembali pada kasus dugaan korupsi di Unila yang menurunkan reputasi PTN di masyarakat, tentu saja penerapan ZI tidak menjamin 100% kejadian seperti di Unila tidak akan terulang. Masih terdapat beberapa input terhadap konsep ZI agar lebih kontekstual dengan kondisi PTN. Misalnya, konsep ZI dianggap terlalu menekankan pada reformasi dalam aspek pelayan publik, serta aspek organisasi dan tata kelola. Padahal, kegiatan tridharma PT yang menjadi kegiatan utama PTN tidak terlalu terlihat. Kegiatan tridharma PT terdiri dari pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, dan pengabdian masyarakat.

Mengawal proses perbaikan
Walau masih terdapat ketidakoptimalan, inisiatif ZI di lingkungan PTN, yang didorong Dikti-Ristek melalui penerapan yang konsisten dan mendalam merupakan hal yang krusial dalam mencegah korupsi. Setidaknya, penerapan ZI akan mengawal proses perbaikan tata kelola PTN secara makro, yang nantinya akan berpengaruh positif dalam kegiatan tridharma PT serta memperkecil ruang untuk melakukan korupsi oleh oknum-oknum di lingkungan PTN. Misalnya, dengan ketentuan dari survei persepsi korupsi, membuat stakeholder terkait serta masyarakat dapat secara berkala memberi masukan serta memonitor apabila korupsi masih terjadi di lingkungan PTN yang menerapkan ZI.

Dengan demikian, penerapan ZI yang substantif dan meluas, reputasi PTN sebagai insititusi pendidikan tinggi dari calon-calon pemimpin bangsa dan sebagai anutan tata kelola sektor publik secara bertahap diharapkan dapat pulih kembali di mata masyarakat.

tulisan Dr. Vishnu Juwono, S.E., MIA, dimuat dalam mediaindonesia.com