Fenomena Penjabat Kepala Daerah (PKD) di Indonesia memunculkan dualisme antara pejabat karier dan pejabat politik. Dualisme tersebut juga menimbulkan berbagai masalah baru seperti masa jabatan yang terhitung lama yang menyebabkan munculnya isu akseptabilitas masyarakat dan tingkat akuntabilitas dari para PKD serta isu netralitas dari PKD yang sangat rentan terhadap kooptasi dan intervensi politik.

Merespon isu tersebut, Klaster Riset Policy, Governance, and Administrative Reform Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (PGAR FIA UI) mengadakan talkshow nasional bertajuk “Penjabat Kepala Daerah: Antara Legitimasi dan Kompetensi” yang mengundang lima orang narasumber, yaitu Inspektur Khusus, Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri RI Teguh Narutomo; Peneliti Senior Badan Riset dan Inovasi Nasional Prof. Dr. Siti Zuhro, M.A.; Anggota Ombudsman Robertus Na Endi Jaweng; Walikota Bogor Dr. H. Bima Arya Sugiarto; dan PJ Bupati Banggai Kepulauan Ihsan Basir, SH., LL.M.

Talkshow yang diadakan tersebut juga berangkat dari sebuah fakta pada bulan Mei lalu, dimana sebanyak 5 Gubernur, 37 Bupati, dan 6 Walikota dilantik menjadi Penjabat Kepala Daerah (PKD) hingga 27 November 2024. Prof. Dr. Eko Prasojo, Mag.rer.publ., selaku Ketua Klaster Riset PGAR FIA UI menyampakan, “Tradisi untuk berdiskusi ini sudah kita tumbuhkan terus-menerus di Universitas Indonesia terutama di Fakultas Ilmu Administrasi dan khususnya di  Klaster Riset PGAR FIA UI. Pada hari ini kita akan membahas satu isu nasional yang sangat strategis dan kritikal berkaitan dengan penjabat kepala daerah antara legitimasi dan kompetensi. Seperti kita ketahui sampai tahun 2024 bulan November nanti akan ada 271 penjabat kepala daerah menjelang Pilkada serentak pada tahun ini dan ada sekitar 101 pada Tahun 2022 yang akan dilantik.”

Prof. Eko Prasojo juga mengatakan bahwa kegiatan tersebut sangat penting untuk dibahas sebab berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Menurutnya, ada sisi positif dan sisi negatif yang akan diskusikan. “Ini ada sejumlah isu yang mungkin nanti kita akan bahas, saya pikir ini adalah satu diskusi akademik dan juga praktik dengan mempertemukan sisi-sisi akademik dan juga kebutuhan praktis untuk penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia,” ujar Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Indonesia pada Kabinet Indonesia Bersatu II.

Narasumber pertama dalam talkshow yaitu Teguh Narutomo, mengatakan bahwa periode sekarang ini unik dan memang momentum yang mungkin tidak akan pernah terjadi sebelumnya atau di tahun-tahun depan juga mungkin tidak berlaku lagi. “Karena itu memang kita harus ada berembuk untuk menyatukan pemikiran bersama dalam memanfaatkan momentum ini sebaik-baiknya untuk kebaikan bangsa. Kami juga mau sepakati bahwa legitimate yang dimaksud dalam diskusi saat ini ada lebih ke pengakuan. Karena kalau legitimate dalam pengertian pengangkatannya, ini sudah hal yang given bahwa presiden punya hak prerogatif untuk menentukan mekanismenya melalui usulan dari daerah yang kemudian ditetapkan DPRD, masuk ke dalam tes TPA dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga lahirlah penjabat-penjabat kepala daerah yang sekarang,” katanya.

Karena evaluasi penetapan penjabat kepala daerah secara filosofi bukan hanya sekedar mengevaluasi pelaksanaan tugasnya, Teguh menyebutkan ada hal yang lebih luas, bukan hanya unsur pengawasannya tapi pembinaannya juga dampingi. “Momentum ini yang mungkin berbeda dengan ketika para kepala daerah menjalankan tugas dengan mekanisme atau mazhab Pilkada. Penjabat kepala daerah ini kita dampingi selama tiga bulan, dalam evaluasi kita selalu mendiskusikan permasalahannya dan akan kita beri treatment jika ada permasalahan di daerah masing-masing,” ujar Teguh menjelaskan.

Menurut narasumber kedua, Prof. Dr. R. Siti Zuhro, M.A., Indonesia tidak boleh trial and error terlalu lama. “Dari perspektif demokrasi dan politik, legitimasi harus dijamin. Jika tidak ada legitimasi atau kepercayaan masyarakat, akan menimbulkan public distrust yang mampu menyebabkan ketidakpercayaan masyarakat secara massal kepada daerah yang menjadi masalah besar,” katanya.

Mewakili Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, S.I.P., M.A.P., mengatakan rangkaian rantai proses adanya para pejabat ini tidak terlepas dari proses rekrutmennya hingga kemudian sampai pada terminasinya; pemberhentian. “Kalaupun misalnya hasil kinerja dan pengukuran arus kompetensi mereka saat sudah menjabat bagus itu tidak berarti bahwa legitimasi dalam proses pengangkatannya ini kemudian bisa kita anggap selesai dalam konteks prinsip konstitusionalisme dan ajaran negara hukum, maupun Ombudsman RI pada soal tata kelola pemerintahan. Ada hal-hal yang saya kira memang masih menjadi pekerjaan besar kita ke depan. Kami melihat bahwa bagaimana menerjemahkan prinsip konstitusionalisme dan kemudian negara hukum dan ketaatan pada tata pemerintahan yang baik; asas-asas pemerintahan yang baik, yang masih perlu diperjelas,” ujarnya.

Talkshow yang diharapkan menjadi wadah kolaborasi analisis ini diselenggarakan pada Kamis (17/11/2022) secara daring melalui Zoom Meeting. Acara tersebut terdiri dari tiga sesi beserta pertanyaan pemicu terhadap seluruh narasumber, tanya jawab dengan peserta, dan sesi wrap-up penutup.