Depok, 10 April 2025 – Keseimbangan antara agilitas dan stabilitas dalam birokrasi penting diperhatikan demi mewujudkan birokrasi yang inovatif.
Karenanya, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI) berkolaborasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB) bersama Adjunct Professor FIA UI Prof. Wolfgang Drechsler menggelar diskusi dalam rangka peluncuran buku yang berjudul “Bagaimana Membentuk Negara yang Berjiwa Kewirausahaan: Mengapa Inovasi Membutuhkan Birokrasi?” di Auditorium EDISI 2020, Gedung M, Lantai 4 FIA UI.
Buku ini merupakan terjemahan dari buku berjudul How to Make an Entrepreneurial State: Why Innovation Needs Bureaucracy yang ditulis oleh Wolfgang Drechsler bersama dua penulis lainnya, yaitu Rainer Kattel dan Erkki Karo.
Acara diawali dengan sambutan dari Dekan Fakultas Ilmu Administrasi UI, Prof. Dr. Retno Kusumastuti Hardjono, M.Si. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian perayaan Dies Natalis ke-10 FIA UI. Beliau juga menekankan bahwa kegiatan ini memiliki relevansi yang kuat dengan bidang Ilmu Administrasi, khususnya dalam mendorong birokrasi yang inovatif.
“Pembahasan dalam acara ini sangat relevan, tidak hanya bagi kalangan birokrasi, tetapi juga bagi kami di sektor swasta. Ini merupakan kesempatan berharga untuk memahami bagaimana birokrasi dapat menjadi penggerak inovasi,” jelas Prof. Retno dalam sambutannya.
Sambutan berikutnya disampaikan oleh Prof. Dr. Erwan Agus Purwanto, M.Si., Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur, dan Pengawasan. Beliau menjelaskan bahwa kolaborasi antara KemenPANRB dan FIA UI telah berlangsung lama, dan kegiatan diskusi hari ini menjadi kesempatan penting untuk memahami birokrasi lebih lanjut, khususnya peran birokrasi sebagai penggerak inovasi.
“Kami menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada FIA UI atas kesediaannya untuk berkolaborasi dan dedikasi yang diberikan dalam pelaksanaan diskusi ini. Kegiatan ini merupakan kesempatan berharga bagi kita semua untuk memahami lebih jauh mengenai birokrasi yang inovatif. Pembahasan ini juga sejalan dengan misi pemerintah dalam meningkatkan kualitas pengelolaan reformasi birokrasi,” ungkap Prof. Erwan dalam sambutannya.
Prof. Erwan juga menyampaikan bahwa sejalan dengan arah pemerintahan saat ini, birokrasi dituntut untuk menjadi lebih profesional, responsif terhadap kebutuhan masyarakat, efektif dalam pengelolaan anggaran, serta mampu menjalankan kebijakan secara optimal. Untuk mewujudkannya, birokrasi perlu mentransformasikan penyelenggaraan layanan publik melalui pendekatan digital, interaksi terpadu, dan penguatan manajemen aparatur sipil negara (ASN). Dalam konteks ini, inovasi harus menjadi inti dari setiap upaya reformasi birokrasi.
Adjunct Professor Fakultas Ilmu Administrasi dan pakar tata kelola internasional, Prof. Wolfgang Drechsler, menekankan bahwa kebijakan inovasi yang hanya berhenti di atas kertas tidak cukup. Yang lebih penting adalah implementasi yang efektif dan birokrasi yang mampu memainkan peran strategis sebagai agen inovasi. Ia menyampaikan bahwa birokrasi modern harus mampu memadukan stabilitas dan agilitas dua karakteristik yang seringkali dianggap bertolak belakang, namun justru menjadi kunci dalam menghadapi tantangan digitalisasi dan kecerdasan buatan.
“Birokrasi inovatif adalah birokrasi yang mampu menjadi stabil ketika dibutuhkan, namun juga gesit dalam merespons dinamika zaman. Konsep ini, yang disebut dengan stabilitas-agilitas, telah diakui secara internasional dan menjadi dasar buku yang memperoleh penghargaan prestisius dari Academy of Management, organisasi manajemen terbesar di dunia,” tutur Prof. Wolfgang.
Diskusi ini dimoderatori oleh Zuliansyah P.Z., S.Sos., M.Si., Direktur Eksekutif UI-CSGAR, dan menghadirkan Prof. Wolfgang Drechsler sebagai penulis utama, serta melibatkan Prof. Dr. Eko Prasojo, Mag.rer.publ., Guru Besar UI, dan Prof. Dr. Erwan Agus Purwanto, M.Si., Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur, dan Pengawasan sebagai pembahas.
Ketiganya menyoroti bahwa keberhasilan sebuah negara dalam membangun ekosistem inovasi sangat bergantung pada kemampuannya menjaga keseimbangan antara stabilitas dan agilitas. Ketika sebagian organisasi berperan sebagai jangkar stabilitas dan yang lain, seperti laboratorium inovasi (I-Labs), mendorong eksperimen dan eksplorasi, maka ekosistem tersebut dapat tumbuh dan berinovasi secara berkelanjutan.
Birokrasi negara memegang peran penting dalam mendorong inovasi lintas sektor ekonomi. Untuk menjalankan peran tersebut secara efektif, dibutuhkan keseimbangan antara stabilitas dan agilitas. Stabilitas mencakup keberadaan aturan, hubungan, dan prosedur yang mapan untuk menjamin layanan publik berjalan dengan baik serta tercapainya tujuan negara. Sementara itu, agilitas memungkinkan birokrasi untuk beradaptasi, merespons secara kreatif, dan menghadapi tantangan kebijakan yang kompleks di tengah dinamika perubahan yang cepat.
“Kami menyebut strategi ini dengan Stabilitas Agil (Agile Stability). Melalui pendekatan ini, birokrasi diharapkan tidak hanya menjadi pelaksana kebijakan, tetapi juga aktor yang mampu menciptakan solusi inovatif dan transformatif. Dengan begitu, birokrasi dapat tetap relevan, responsif, dan menjadi katalisator perubahan di era yang serba tidak pasti,” jelas Prof. Eko dalam diskusi.
Kegiatan ini berlangsung secara interaktif dan dihadiri oleh lebih dari 500 peserta, baik secara daring maupun luring, yang berasal dari Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah, dosen dan mahasiswa Universitas Indonesia, serta mahasiswa dari berbagai kampus di seluruh Indonesia dan luar negeri. Acara ditutup dengan penyerahan buku kepada peserta yang telah aktif berpartisipasi dalam diskusi.