Transfer Pricing Perusahaan Manufaktur Otomotif Di Indonesia: Studi Putusan Pengadilan Pajak 2015-2019

Kegiatan ekonomi global semakin intensif salah satunya memicu penggerusan penerimaan pajak di berbagai negara, terutama di negara berkembang akibat adanya praktek-praktek penghindaran pajak. Salah satu bentuk praktik penghindaran pajak tersebut adalah dengan pembentukan harga transfer (transfer pricing) antar anggota entitas bisnis multinasional dalam suatu grup yang berbeda dari besaran sebagaimana seharusnya sesuai dengan kewajaran. Anggota entitas bisnis multinasional tersebut tersebar di berbagai jurisdiksi dengan kebijakan perpajakan yang berbeda-beda.

Hal tersebut disampaikan Dr. Maria R.U.D. Tambunan, M.G.E. pada Sidang Promosi Doktor Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, Selasa (3/8/21).

Promovendus menggunakan putusan Pengadilan Pajak sebagai lokus penelitian ditujukan untuk meneliti terkait konten kebijakan transfer pricing (judex yuris) dengan konteks pengimplementasian (judex factie) pada tahun pajak terjadinya persengketaan hingga kondisi yang ada hingga saat ini.

Promovendus telah mengungkapkan berbagai skema transfer pricing yang terjadi di Indonesia berdasarkan kasus-kasus yang telah diputus di Pengadilan Pajak pada tahun 2015-2019. Selain itu, promovendus juga mengungkapkan bagaimana kebijakan perpajakan yang ada pada tahun pajak persengketaan telah diimplementasikan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi. Pada akhirnya, diungkapkan pula mengapa kebijakan yang ada saat ini harus ditingkatkan untuk meminimalkan sengketa yang terjadi.

“Berdasarkan hasil penelitian, skema-skema transfer pricing yang dilakukan oleh entitas multinasional di dalam grupnya yang pada akhirnya menimbulkan persengketaan adalah (1) pembayaran yang tidak wajar atas pembayaran sehubungan dengan penggunaan aktiva tidak berwujud (2) pembayaran yang tidak wajar sehubungan dengan pembayaran bunga (3) pembayaran yang tidak wajar sehubungan dengan penggunaan jasa intra-grup dan (4) pembayaran yang tidak wajar atas harga pembelian/harga penjualan,” ujar Maria.

Namun, menurutnya terdapat juga berbagai persengketaan yang tidak disebabkan oleh interpretasi atas ketentuan yang berlaku maupun tidak disebabkan oleh pembuktian suatu transaksi. “Sengketa tersebut disebabkan oleh perlakuan dan teknis pemeriksaan oleh otoritas pajak kepada wajib pajak ketika otoritas pajak melakukan pengujian atas pemenuhan kewajiban perpajakan,” terangnya.

Selain itu, Maria Tambunan sebagai Doktor FIA UI yang lulus dengan predikat Cumlaude ini, melakukan studi di Batam, suatu wilayah khusus yang menyediakan berbagai insentif pajak untuk meningkatkan volume dan kegiatan investasi. “Temuan dalam penelitian tersebut adalah bahwa dengan berbagai insentif pajak yang diberikan oleh pemerintah, entitas bisnis multinasional masih berupaya untuk melakukan penghindaran pajak dengan menggeser laba ke entitas afiliasinya yang berada di luar jurisdiksi Indonesia berbagai skema transfer pricing,” ungkap Maria.

Issue Transfer Pricing tidak akan pernah berhenti sepanjang fenomena paradoksal terus terjadi. Di satu sisi, globalisasi adalah sebuah proses yang akan terus berlangsung, dan hukum ekonomi “rational people think about profit” masih menjadi dasar perilaku (sebagian besar) pengusaha untuk memaksimalkan keuntungan.

Hal tersebut diungkapkan oleh Prof. Dr. Haula Rosdiana selaku promotor pada sidang promosi doctor kali ini. “Di sisi lainnya, negara mempunyai tugas untuk menjaga terjadinya level playing field yang sama dengan melalui regulasi perpajakan yang memastikan keadilan horizontal – equal treatment for equal, maupun keadilan vertikal – unequal treatment for unequal,” ujar Haula.

Menurutnya, teori ability to pay, bukan sebuah retorika, namun menjadi spirit dalam menjalankan fungsi negara untuk melaksanakan distribusi dan redistribusi, serta menjamin tersedianya public goods dan public services.

“Karena itulah, disertasi ini menjadi penting bukan hanya untuk menjelaskan transfer pricing perusahaan manufaktur otomotif dalam konteks negara berkembang, namun juga untuk merefleksikan bagaimana kebijakan transfer pricing menjadi kebijakan pengamanan penerimaan negara guna menjamin sustainable revenue productivity, namun di sisi lainnya regulasi transfer pricing harus selaras dengan asas kepatian hukum, karena nothing is certain but death and taxes,” jelasnya.

Maria juga menekankan berbagai hal sehubungan dengan temuan penelitiannya. Pertama, terkait regulasi perpajakan, masih perlunya peningkatan kualitas regulasi yang dapat mengikuti perkembangan tren global terutama sehubungan dengan transaksi intra-grup yang dilakukan oleh kegiatan usaha multinasional, meskipun saat ini sudah terdapat berbagai regulasi yang mengatur perihal transfer pricing.

“Kedua, otoritas pajak, lembaga yang diamanahkan untuk mengumpulkan penerimaan, masih perlu diperkuat, baik sebagai suatu organisasi, maupun terkait kompetensi individu. Perlu adanya penginstitusionalan unit dalam tubuh organisasi otoritas pajak yang bertanggung jawab dalam permasalahan transfer pricing sehingga penyelesaiannya tidak bergantung pada individu yang melakukan pengujian kepatuhan wajib pajak. Penyelesaian sengketa diharapkan tidak lagi sepenuhnya mengandalkan proses litigasi, sebagaimana komitmen yang dinyatakan oleh pemerintah di lingkungan global perpajakan,” ujar Maria.

Ketiga, Promovendus menyampaikan bahwa wajib pajak juga diupayakan untuk mampu memenuhi kewajiban pajaknya dengan mendasarkan pada prinsip self-assessment. Wajib pajak sudah seharusnya menyampaikan kegiatan usahanya beserta beban pajaknya dengan jujur dan terbuka. Penyampaian dokumentasi perpajakan tidak seharusnya mengandung unsur manipulasi yang semata-mata untuk mengurangi kewajiban pajak.

“Pada akhirnya, lembaga yudikatif, pengadilan pajak juga diharapkan dapat menjadi suatu lembaga yang mampu menyelesaikan sengketa yang berdasarkan pada prinsip keadilan dan kepastian hukum. Dengan demikian, hakim diharapkan terus berupaya meningkatkan kompetensinya mengikuti perkembangan isu transfer pricing global.  Semoga penelitian yang dilakukan ini dapat berkontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia, khususnya di bidang perpajakan,” tutup Maria.

Diketahui, sidang promosi ini diketuai oleh Prof. Dr. Chandra Wijaya, M.Si, M.M., promotor Prof. Dr. Haula Rosdiana, M.Si dan kopromotor Dr. Edi Slamet Irianto, M.Si dengan dewan penguji Prof. Dr. Irfan Ridwan Maksum, Prof. Gunadi, Prof. Martani Huseini, Dr. Machfud Sidik, M.Sc, Dr. Ning Rahayu, M.Si dan Dr. Prianto Budi Saptono, Ak, CA., MBA.