Ilmu Administrasi Negara FIA UI Gelar Talkshow Konstruksi Tata Kelola Ibu Kota Negara menuju Pemerintah Modern pada Jumat (11/3/2022) pukul 13.30 hingga 15.30. Talkshow ini merupakan salah satu rangkaian acara dari Perayaan Dies Natalis 7 FIA UI.

Acara dimulai dengan doa bersama dan dilanjut dengan pengenalan FIA UI dengan penayangan video company profile FIA UI. Acara dilanjutkan dengan sambutan dari Dr. Teguh Kurniawan M.Sc sebagai Kepala Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia. Dalam sambutannya, Pak Teguh berpendapat bahwa tema talkshow ini merupakan tema yang sangat penting untuk bangsa dan negara setelah diberlakukannya UU No 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara Nusantara.

“Mengacu pada UU Pasal 2 No 3 tahun 2022, IKN Nusantara punya visi jadi kota dunia untuk semua yang dibangun dan dikelola dengan tujuan yakni menjadi kota yang berkelanjutan di dunia, sebagai penggerak ekonomi Indonesia di masa depan, dan menjadi identitas nasional yang merepresentasikan keberagaman Bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,” sambut Dr. Teguh.

Kemudian acara dilanjutkan dengan pemberian pertanyaan kepada narasumber praktisi yakni Deputi Pengembangan Regional Bappenas selaku Penanggung Jawab Tim Koordinasi Nasional Pemindahan Ibu Kota Nusantara, Ir. Rudy Soeprihadi Prawiradinata, MCRP, Ph.D, S.T., M.P dan Drs. Arizal, M.Si. sebagai Analis Kebijakan Ahli Utama Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia. Pak Rudy mengatakan bahwa konsep pemindahan ibu kota tidak hanya memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan, namun terdapat tujuan besar dari pemerintah Indonesia untuk memastikan visi 2045 tercapai. Pemindahan Ibu Kota juga bertujuan untuk menggeser kursi pertumbuhan pembangunan dari Jawa ke wilayah timur yang sebelumnya hanya menuyumbang 15 persen dari kontribusi eknomi Indonesia padahal sumber daya yang dimiliki cukup melimpah.

“Kalau tidak ada covid tahun 2020 sudah mulai, tapi karena covid, jadi mulai dari 2022 karena antara ekonomi dan kesehatan itu seperti sepasang sayap angsa dimana keduanya harus berimbang. Kalau dari segi infrastruktur pemindahan ini akan meningkatkan kesempatan kerja bagi seluruh masyarakat khususnya masyarakat lokal,” ungkap Pak Rudy.

Setelah itu, Pak Arizal mengungkapkan bahwa pemindahan Ibu Kota Negara dari sisi ASN, persiapan yang diambil pemerintah untuk memastikan kompetensi dari ASN dalam mendukung smart city Nusantara yakni membuka peluang komunikasi pemerintah dengan ASN.

“Smart government adalah aspek kecil dr smart city, khususnya untuk ASN, pemerintah sudah membuat kerangka kerja yang memindahkan ASN. Pemindahan bukan hanya dilakukan terhadap ASN, tapi juga transformasi terhadap pola kerja melalui digital dalam mewujudkan sistem kerja yang kolaboratif dan fleksibel,” jelasnya.

Setelah narasumber praktisi, penyampaian materi dilanjutkan dengan para akademisi dari klaster riset FIA UI. Salah satunya adalah Prof. Dr. Amy Yayuk Sri Rahayu, M.Si yang menyatakan bahwa IKN mengacu pada smart city yang memiliki teknologi jadi acuan utama. Prof Amy memiliki keraguan dalam kesiapan ASN yang akan menjadi pemimpin dalam pelayanan publik di IKN.

“Terdapat masukan dari kami yaitu mengenai konflik nilai dengan ASN lokal. Sementara dalam collaborative government kan pasti bersama-sama. Bagaimana otorita IKN mengembangkan IKN dan daerah sekitarnya bahkan ke seluruh Indonesia?. Yang dijaga adalah konflik nilai antara ASN pendatang dan ASN lokal. Selain itu, bagaimana cara meningkatkan kapasitas masyarakat terhadap teknologi digital yang pada umumnya membutuhkan banyak waktu. Padahal 2023, beberapa instansi pemerintahan sudah harus pindah ke IKN,” kritis Prof Amy.

Kemudian, acara berlanjut ke penyampaian pendapat dari Prof. Dr. Irfan Ridwan Maksum, M.Si . Prof Irfan menjelaskan menurut disiplin ilmu yang ia miliki, desain UUD mengandung kekeliruan yang perlu disempurnakan. Dalam desain UUD IKN, Nusantara merupakan wilayah daerah inkonstitusional dimana Nusantara menjadi daerah otorita tanpa ada otonomi. Prof Irfan berpendapat bahwa perlu ada perbaikan atau amandemen dalam UUD IKN Nusantara ini.

“Dengan adanya perwakilan masyarakat setempat, maka penyusun UUD akan semakin cepat bukan sebaliknya. Prediksi saya jika desainnya dibiarkan terus dan dilanjutkan inkonsistusional dan UUD nya tidak diamandemen, maka masyarakat tidak punya akses ke Nusantara. Yang pasti UUD diamandemen, maka akan lebih baik,” pungkasnya.

Pak Drs. Muh Azis Muslim, M.Si juga turut buka suara tentang isu penolakan ASN yang akan dipindahkan ke Nusantara. Pak Azis mengatakan bahwa terkait dengan proses perpindahan bukan hanya perpindahan fisik dan tidak hanya melibatkan satu orang yang membawa dampak yang harus dicermati dari penolakan masyarakat dalam pemindahan IKN.

“Sebenarnya ASN telah bersumpah secara normatif, PNS tidak punya ruang untuk protes. Tantangan bagi pemerintah yang paling besar salah satunya adalah meyakinkan ASN untuk pindah ke IKN Nusantara dengan cara membangun dialog walaupun dalam posisi ini ASN tidak dapat memilih,” jelasnya.

Acara kemudian dilanjutkan dengan pemaparan materi dari Arizal dengan judul Pemanfaatan Momentum IKN dalam Percepatan Transformasi ASN Menuju Indonesia Maju. Pak Arizal menjelaskan bahwa di IKN perlu dilakukan birokrasi Indonesia sehingga pelayanan publik lebih kompetitif dengan tiga langkah yakni delayering eselonisasi; organisasi agile, fleksibel, dan kolaboratif; serta digitalisasi pelayanan publik dan proses bisnis pemerintah.

“Kita tahu kondisinya yakni visi Nusantara jadi kota terbaik di dunia. Untuk mewujudkannya, dibutuhkan upaya simplifikasi proses bisnis, permintaan digital, penguatan koordinasi, dan penataan manajemen ASN. penemindahan K/L dan ASN ke IKN dilakukan secara bertahap dalam beberapa klaster,” ungkap Pak Arizal.

Talkshow ini dihadiri oleh lebih dari 200 peserta yang aktif dalam acara talkshow dari awal hingga akhir. Beberapa peserta melayangkan pertanyaan mengenai tema yang diangkat hari ini. Salah satunya adalah Pak Erwin Sabariman yang bertanya mengenai tata kelola konstruksi pemerintahan modern.
“Apa kriteria modernnya dalam tata kelola konstruksi pemerintahan modern?,” tanyanya.

Prof Amy menjawab dengan mengatakan bahwa konstruksi pemerintahan itu tidak selalu modern dimana tidak selalu menggunakan teknologi yang semuanya modern.
“Justru menurut saya, manusianya yang harus dibuat modern, bukan modern dalam arti kebarat-baratan, namun perubahan pola pikir, mental, dan tata kerja. Dimana mereka tidak lagi dalam domain birokrasi kuno yang single otoritarian, namun bisa memenuhi preferensi masyarakat dengan berkualitas. Smart city ga berguna kalau manusianya tidak smart’” jelas Prof Amy.