Permasalahan distribusi beras merupakan masalah yang sangat krusial dan besar di Indonesia yang terjadi karena beberapa faktor. Diantaranya adalah faktor substantive yang menyangkut sistem informasi dan pendataan yang belum terintegrasi, disparitas harga beras secara vertikal dan horizontal, jalur distribusi beras yang panjang dan inefisien, struktur pasar yang tidak kompetitif, dan elastisitas permintaan beras yang inelastis. Pada faktor strategic, kompleksitas masalah pada distribusi beras terkait dengan kebijakan pemerintah yang berdampak pada stabilitas cadangan dan harga beras.

“Terdapat beberapa kebijakan pemerintah yang masih belum menyelesaikan permasalahan substantive. Seringkali kebijakan yang ditetapkan oleh satu Kementerian hanya mengatasi masalah jangka pendek dan parsial, misalnya kebijakan impor dan kontrol harga beras tidak tepat sasaran, kebijakan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan di bawah harga keseimbangan pasar mengakibatkan berkurangnya pendapatan petani, serta ketetapan mengenai harga pembelian pemerintah (HPP) yang hanya dalam jangka waktu pendek melindungi petani,” kata Promovendus Anika Widiana.

Anika Widiana menyebutkan gagasan tersebut dalam sidang promosi Doktor Ilmu Administrasi yang berlangsung pada Kamis, 29 Desember 2022 di Auditorium Gedung M FIA UI dengan Disertasi berjudul Analisis Governance Networks pada Distribusi Beras di Indonesia.
Dalam sidang tersebut, Anika menyatakan bahwa permasalahan distribusi beras semakin kompleks dikarenakan faktor institutional. Terdapat beberapa poin masalah dilihat dari faktor institutional ini, yaitu tumpang tindih tugas pokok dan fungsi antar institusi/lembaga; dan perlunya peningkatan kapasitas dan penguatan kelembagaan, khususnya terkait dengan lembaga baru yaitu Badan Pangan Nasional yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 66 tahun 2021.

Lebih lanjut, promovendus menyebutkan bahwa political conflict merupakan faktor yang mengakibatkan perlambatan proses sistemik distribusi beras di Indonesia, melalui perlambatan terjadinya analisis dan persepsi bersama (joint analysis dan shared perception). Anika mengatakan bahwa apabila political conflict ini semakin kuat, maka kompleksitas permasalahan pada distribusi beras sulit terurai.
“Penelitian ini dilatarbelakangi dengan kompleksitas masalah pada komoditi beras di Indonesia. Seperti a) produsen dan pusat distribusi yang terkonsentrasi, sedangkan konsumen tersebar di penjuru Indonesia, b) masih terbatasnya sarana transportasi dan sarana lainnya yang mengakibatkan biaya logistic beras inefiesien, c) faktor iklim dan cuaca yang berpengaruh besar terhadap produktivitas pangan. Iklim merupakan faktor penentu penting bagi pertanian Indonesia, hingga saat ini. Kondisi iklim yang semakin tidak menentu dapat mempercepat waktu panen dan paceklik yang tidak terduga. Oleh karena itu, persediaan beras dan sistem distribusi adalah faktor penting dalam kecukupan konsumsi pangan nasional, serta d) banyaknya pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses distribusi beras,” ungkap Promovendus.

Promovendus menganalisis permasalahan pada distribusi beras nasional dengan menggunakan konsep Governance Networks (Klijn and Koppenjan, 2016) untuk mendapatkan suatu gambaran mengenai sistem distribusi beras yang baik dan kuat di Indonesia. Di akhir sesi pemaparan ringkasan. Anika menjelaskan rekomendasi yang ia berikan sebagai hasil dari penelitiannya.
“Kepada Pemerintah, sektor usaha/pelaku usaha, dan akademisi, terdapat tiga poin saran yang ditujukan kepada Pemerintah, yaitu mengkaji kembali peran Bulog yang didasarkan pada Perpres No. 48/2016 tentang penugasan kepada Bulog dalam rangka ketahanan pangan nasional, khususnya terkait dengan dualisme peran Bulog; mengkaji Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 01/2018 tentang ketentuan ekspor dan impor beras yang menyatakan bahwa impor beras hanya dapat dilakukan oleh Bulog dengan persetujuan Menteri Perdagangan; dan sebagai langkah awal, Badan Pangan Nasional dapat melakukan inventarisasi kebijakan dan aturan dari berbagai kementerian dan lembaga untuk melakukan pemetaan dan kajian ulang mengenai peraturan-peraturan yang tumpang tindih dan kontra produktif,” ungkap Anika.

Selanjutnya, untuk sektor usaha/pelaku usaha Promovendus menyarankan untuk lebih difokuskan pada perluasan kemitraan yang seyogyanya dilakukan antara perusahaan atau pedagang besar dengan petani dan UMKM. Kemudian, promovendus mengharapkan peran aktif dari sivitas akademika untuk membantu kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang pertanian dan pangan, serta menindaklanjuti dan mengawal kebijakan-kebijakan pemerintah terkait pangan, khususnya sistem distribusi beras.

Dalam promosi doktor ini, Dr. Anika Widiana, S.E., M.Si berhasil menjadi lulusan Lulusan Program Doktor FIA UI ke-23 dan Lulusan ke-211 dari S3 Ilmu Administrasi dengan Ketua sidang yaitu Prof. Eko Prasojo, serta dihadiri oleh Prof. Chandra Wijaya sebagai promotor dan Dr. Andreo Wahyudi Atmoko sebagai co-promotor. Adapun tim penguji dalam sidang kali ini adalah Prof. Azhar Kasim, Prof. Martani Huseini, Prof. Muchlis Hamdi, Prof. Bustanul Arifin, dan Prof. Didik J. Rachbini.