Belajar Strategi Bisnis SDA, FIA UI Adakan Kuliah Umum

[fusion_builder_container hundred_percent=”yes” overflow=”visible”][fusion_builder_row][fusion_builder_column type=”1_1″ background_position=”left top” background_color=”” border_size=”” border_color=”” border_style=”solid” spacing=”yes” background_image=”” background_repeat=”no-repeat” padding=”” margin_top=”0px” margin_bottom=”0px” class=”” id=”” animation_type=”” animation_speed=”0.3″ animation_direction=”left” hide_on_mobile=”no” center_content=”no” min_height=”none”]Depok. Mahasiswa Ilmu Administrasi Niaga dipersiapkan melalui pengembangan strategic leadership, tata kelola, entrepreneurship dan pembentukan innovation mindset untuk meningkatkan daya saing (competitiveness) individu yang berguna dalam menghadapi tantangan lokal maupun global. Pembekalan dilakukan salah satunya melalui kuliah umum yang diadakan Klaster Riset Competitiveness and Government of Corporation Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (CGC FIA UI) Kamis, (13/12) di Auditorium Gedung M FIA UI.

Kuliah umum yang bertema “Peluang, Tantangan dan Strategi Bisnis Berbasis Sumber Daya Alam” mengupas bisnis sumber daya alam (SDA) baik yang hayati dan non hayati. Hadir tiga orang pembicara yang merupakan praktisi bisnis yaitu Joinerri Kahar (CEO AKA Group), Audy Joinaldy (CEO Perkasa Group) serta Guru Besar Administrasi Niaga, Prof. Dr. Chandra Wijaya, yang merupakan praktisi di bisnis sumber daya alam.

Joinerri mengemukakan bahwa peluang berbisnis sumber daya alam sangat besar dan membutuhkan bukan hanya pekerja tetapi juga wirausaha muda dan baru yang mengelola SDA. Menjadi wirausaha memang tidak mudah, membutuhkan ketekunan, jejaring dan sikap yang baik, selain itu tetap mendekatkan diri pada yang Maha Kuasa. “Ketika berhasil, kenikmatan sebagai pengusaha lebih banyak dibandingkan dengan menjadi pegawai,” ujarnya.

Bisnis SDA yang dikelola oleh Joinerri terdiri dari SDA hayati (Kelapa Sawit dan Mutiara) dan SDA Non hayati (batubara). Tantangan terbesar untuk batubara saat ini adalah harga yang terus menurun akibat adanya perang dagang Amerika Serikat dan China yang berimbas pada penurunan permintaan batubara. Demikian juga untuk kelapa sawit, yang mengalami penurunan harga akibat black campaign yang dicanangkan oleh Uni Eropa. Strategi perusahaan menghadapi tantangan ini adalah berfokus pada efisiensi biaya yang dikeluarkan, agar perusahaan tetap bertahan.

Hal berbeda terjadi pada bisnis Mutiara, dimana harganya yang cenderung bagus dan stabil, tidak dipengaruhi oleh isu global. Namun, tantangannya terdapat pada usaha untuk membesarkan dan memelihara Mutiara supaya menghasilkan Mutiara yang sempurna dan tidak cacat.

SDA hayati peternakan juga memiliki peluang yang tidak kalah besar dari bisnis SDA lainnya. Namun, Audy mengatakan bahwa banyak sarjana saat ini belum tertantang untuk menjadi wirausaha dan hanya berfokus menjadi pegawai, padahal, banyak peluang-peluang bisnis yang harusnya bisa dikelola oleh orang Indonesia akhirnya dikelola oleh asing. Untuk menjadi pengusaha membutuhkan gairah yang bisa didapatkan dari lingkungan keluarga, kampus dan lainnya.

Banyaknya peluang di bisnis SDA, tetapi sedikit yang mengusahakan membuat Indonesia sampai saat ini masih menjadi negara berkembang. “Untuk ‘berbuah’ maka Indonesia butuh pengusaha-pengusaha muda yang lebih banyak, minimal 2% dari jumlah penduduk Indonesia,” ujar Joinerri. Ia menyadari bahwa untuk menjadi seorang pengusaha atau pekerja memang sebuah pilihan, namun saat ini Indonesia menghadapi keterbatasan lapangan pekerjaan, sehingga lebih membutuhkan pengusaha yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan dan memberikan kontribusi kepada bangsa, kata Joinerri menutup kuliah umum kali ini. (EM)
[/fusion_builder_column][/fusion_builder_row][/fusion_builder_container]